MATA INDONESIA, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sudah masuk prolegnas pada tahun ini. Namun, Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai urgensi pengundangannya masih belum mendesak.
“Selama belum mampu menjelaskan tentang implementasi undang-undang ini secara baik dan mencegah berbagai kehawatiran yang timbul. Maka tahap sekarang, Saya lebih baik mempertajam kajian akademis dan sosialisasi, sehingga undang-undang ini memang menjadi kebutuhan,” ujar Suparji saat berbincang dengan Mata Indonesia Televisi yang dilihat Rabu 16 Juni 2021.
Suparji meminta agar RUU PKS tidak menimbulkan kekhawatiran banyak orang akan masuk ke ruang privat dan dijadikan alat untuk melakukan kriminalisasi.
Namun, dia mengakui fenomena kekerasan seksual baik fisik maupun verbal di masyarakat maupun rumah tangga semakin banyak ditemukan di masyarakat.
Sementara, proses penegakkan hukum memang masih belum sesuai harapan dalam arti belum mampu membuat terang benderang perkara, dan belum mampu memberi sanksi yang menjerakan pelaku.
Selain itu, belum mampu mengungkap fakta sebenarnya, karena keterbatasan regulasi yang mendasari ditambah ada keengganan korban untuk melaporkan serta tidak adanya jaminan atau perlindungan yang memadai terhadap korban.
Untuk mengetahui lebih lengkap seluk beluk RUU PKS saksikan di kanal YouTube Mata
Milenial Indonesia TV dengan link berikut; https://www.youtube.com/watch?v=fRVcuEnu9g0