Pakai Perda Syariah, Aceh Adili 373 Kasus LGBT dan Maksiat di 2018

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA-Sebagai wilayah yang akrabd engan sebutan serambi mekah, Aceh memang menerapkan Perda Syariah dengan hukuman cambuk. Tercatat selama 2018 lalu, ada 373 kasus yang disidangkan, mulai dari minuman keras, judi, khalwat, ikhtilat, zina, pelecehan seksual, pemerkosaan dan homoseksual (liwath).

“Jumlah ini terdiri dari perkara masuk tahun 2018 sebanyak 354 perkara dan sisa perkara tahun 2017 sebanyak 19 perkara,” demikian laporan Mahkamah Agung (MA) 2019.

Perkara yang telah diputus sebanyak 315 perkara dan sebanyak 45 perkara diselesaikan melalui mekanisme diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. “Sehingga sisa perkara jinayat pada akhir tahun 2018 sebanyak 13 perkara,” ujarnya.

Sedangkan perkara jinayat yang diterima pada Mahkamah Syar’iyah tingkat banding pada tahun 2018 sebanyak 20 perkara. Hukum cambuk menjadi isu nasional. Terlebih dalam berbagai diskusi dan rapat soal RUU KUHP. Terutama jenis hukuman cambuk, yang tidak dikenal di luar Aceh.

“Saya kira karena ini konteksnya adalah buku I terlepas jenis pidana konkretnya itu nanti kita tentang atau kita kontroversialkan, tapi menurut saya harus ada wadahnya. Tapi kok wadahnya belum tegas di dalam jenis-jenis pemidanaan karena di Pasal 66 itu di C hanya jenis-jenis pidana lainnya ini nggak terlalu jelas,” kata anggota DPR Arsul Sani.

Menanggapi pertanyaan Arsul, Prof Harkristuti Harkrisnowo menyatakan soal hukuman pencambukan, Indonesia harus berhati-hati karena sudah meratifikasi Convention againts Torture pada 1998.

Tujuh tahun setelahnya, Indonesia meratifikasi International Convention on Civil and Political Rights, yang salah satunya juga sudah melarang adanya penyiksaan. Selain itu, tertuang dalam Pasal 28 I UUD 1945 tentang hak yang tidak boleh dilakukan dalam kondisi apa pun.

“Antara lain salah satu pasalnya juga melarang adanya penyiksaan. Merupakan suatu kesepakatan internasional bahwa pencambukan dan tindakan-tindakan semacam itu, termasuk tadi mutilasi, pemotongan tangan, dan lain-lain, adalah termasuk penyiksaan atau perlakuan dan penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan derajat dan martabat manusia,” ujarnya.

Berita Terbaru

Perjuangkan Kesejahteraan Buruh dan Petani, Dani Eko Wiyono Siap Maju Calon Bupati Sleman Melalui Jalur Independen

Mata Indonesia, Sleman - Alumni aktivis 98 sekaligus aktivis yang selalu menyuarakan aspirasi buruh/pekerja Daerah Istimewa Yogyakarta, Dani Eko Wiyono ST. MT ini bertekad maju bakal calon bupati Sleman dalam Pilkada Sleman nanti. Dani menilai, hingga saat ini, mayoritas kehidupan buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera. Buruh masih dianggap hanya sebagai tulang punggung ekonomi bangsa tanpa diperjuangkan nasib hidupnya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini