MATA INDONESIA, PYONGYANG – Korea Utara kembali membuat heboh dunia, sekaligus membuat ketar-ketir negara-negara tetangga dan tentu saja Amerika Serikat (AS). Bagaimana tidak? Pyongyang mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melakukan uji coba peluncuran rudal balistik (SLBM) tipe baru.
Peluncuran ini terjadi sehari setelah Korea Selatan melaporkan peluncuran apa yang Seoul sebut sebagai SLBM dari pantai timur Korea Utara. Media pemerintah mengatakan pada Rabu (20/10) sebuah tipe baru SLBM telah diluncurkan dan merilis serangkaian foto.
“Perangkat itu memiliki banyak teknologi panduan kontrol canggih,” demikian pernyataan kantor berita Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA), seraya menambahkan bahwa rudal tersebut ditembakkan dari kapal yang sama yang digunakan Pyongyang dalam uji SLBM pertamanya pada lima tahun lalu.
Namun, KCNA tidak melaporkan sang pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un turut menyaksikan peluncuran uji coba rudal tersebut.
Uji coba kali ini terjadi di dekat Kota Simpo, di mana Pyongyang memiliki galangan kapal utama yang membangun kapal selam. Pada 29 September, Korea Utara melepaskan rudal hipersonik –yang merupakan terbaru dari serangkaian senjata anyar yang diuji di negara tersebut.
Padahal, Korea Utara sejatinya mendapat larangan untuk melakukan uji coba rudal di bawah sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dewan Keamanan PBB bahkan akan mengadakan pertemuan darurat tertutup di Korea Utara atas permintaan AS dan Inggris.
Sebagai informasi, Pyongyang secara bertahap meningkatkan persenjataan militernya sejak pembicaraan tentang denuklirisasi gagal pada 2019 menyusul runtuhnya KTT Hanoi antara Kim dan presiden AS saat itu Donald Trump.
Kim menuduh AS dan Korea Selatan mempertahankan kebijakan bermusuhan terhadap Korea Utara. Dan Kim bersikeras untuk meningkatkan kemampuan militer negaranya demi mempertahankan diri.
Gedung Putih meninjau kebijakan Korea Utara setelah Joe Biden menjabat pada Januari dan telah mendesak Pyongyang untuk kembali ke meja perundingan. Utusan khusus untuk Korea Utara dilaporkan akan melakukan perjalanan ke Seoul untuk membahas kemungkinan menghidupkan kembali diplomasi dengan Pyongyang.
Pada Selasa (19/10), AS kembali menekankan bahwa pihaknya tetap terbuka untuk keterlibatan diplomatik dengan Pyongyang, tetapi mendesak Korea Utara untuk menahan diri dari provokasi lebih lanjut.
Robert Kelly, profesor ilmu politik di Universitas Nasional Pusan di Korea Selatan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tes itu mungkin merupakan tanda bahwa Korea Utara mencari lebih banyak dari AS.
“Mungkin mereka sedikit berpikir bahwa Donald Trump secara pribadi bertemu dengan pemimpin Korea Utara tiga kali dan sekarang Korea Utara merasa mereka berhak atas perhatian presiden dan bahwa Joe Biden sendiri entah bagaimana harus terlibat,” tutur Robert Kelly.
“Ini adalah salah satu alasan mengapa presiden AS belum pernah bertemu dengan Korea Utara sebelumnya, tetapi saya pikir inilah yang diinginkan oleh Korea Utara. Mereka menginginkan lebih dari sekadar utusan, sekretaris, dan juru bicara,” sambungnya.