MATA INDONESIA, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar AS ditutup terkoreksi terbatas di akhir perdagangan Selasa, 14 Januari 2020. Mengutip data RTI Bussines, rupiah berada pada posisi Rp 13.670 per dolar AS atau melemah tipis 0,01 persen.
Menurut Direktur Garuda Berjangka Ibrahim, pelemahan tipis mata uang garuda disebabkan oleh sejumlah sentimen dari luar negeri di antaranya sebagai berikut.
Pertama, aura damai dagang AS-Cina yang kian terasa menjadi faktor yang memantik optimisme para pelaku pasar. “Cina dan AS bersiap untuk menandatangani gencatan senjata dalam perselisihan tarif selama 18 bulan pada esok hari, 15 Januari 2020,†katanya sore ini.
Kedua, soal data ekspor milik Cina yang naik untuk pertama kalinya dalam lima bulan pada bulan Desember 2019. Sementara impor juga melampaui ekspektasi.
Ketiga, soal isu penurunan suku bunga Bank of England (BOE) lantaran data ekonomi Inggris agak melemah. Anggota kebijakan moneter Bank of England Gertjan Vlieghe Vlieghe telah mengatakan bahwa ia siap untuk mendukung penurunan suku bunga, jika pertumbuhan ekonomi gagal membaik.
Sementara dari dalam negeri, laju mata uang garuda dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang stabil. Hal ini disebabkan karena data ekonomi global membaik, pasca rencana penandatanganan perang dagang antara AS dan Cina.
“Bank Indonesia tidak lagi melakukan intervensi baik dengan cara menurunkan suku bunga atau transaksi dipasar valas maupun obligasi di perdagangan DNDF. Tetapi terus melakukan pengawasan terhadap pasar sewaktu-waktu apabila ada gejolak secara mendadak, BI kembali akan masuk ke pasar,†ujar Ibrahim.
Sedangkan yang agak negatif bagi rupiah adalah soal neraca dagang untuk periode Desember 2019. “Diperkirakan kembali membukukan defisit. Namun sepertinya defisit neraca perdagangan tidak akan separah bulan sebelumnya,†kata Ibrahim.
Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan akan mengumumkan data perdagangan internasional Indonesia periode Desember 2019 pada esok hari.
Konsensus pasar yang dihimpun para analis memperkirakan ekspor masih akan mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 1,9 persen secara year-on-year (YoY).
Sementara impor juga terkontraksi 4,4 persen YoY dan neraca perdagangan defisit 456,5 juta dolar AS.