MATA INDONESIA, NEW YORK – Ada lagi yang baru di virus Corona. Organisasi kesehatan duni (WHO) mengumumkan terdapat varian baru lagi dari virus corona. Varian ini disebut B.1.621 dan berasal dari Kolombia.
WHO menyebut varian ini sudah diidentifikasi di 26 negara di dunia. Menurut WHO varian itu pertama kali ditemukan di Kolombia pada Januari 2021.
”Telah terjadi peningkatan kasus yang dilaporkan pada bulan Juni dan Juli. Hampir setengah dari kasus tersebut terjadi di Amerika Serikat,” kata WHO, seperti dikutip Newsweek.
Carlos Migoya, CEO Jackson Health, menerangkan bahwa varian itu juga bertanggung jawab atas 10 persen pasien Covid-19 yang dirawat di satu rumah sakit di Miami, Florida. ”Itu berdasarkan hasil uji laboratorium patologi University of Miami, dan terbukti terinfeksi varian Kolombia.”
Migoya mengutip alasan munculnya varian bermutasi, dinamai menurut negara tempat asalnya, adalah karena orang-orang yang bepergian antara Kolombia dan Miami. Dia juga mengatakan kepada bahwa penyebaran varian baru yang cepat adalah hal yang sangat mengejutkan.
Laboratorium sequencing University of Miami melaporkan persentase varian kasus di antara pasien positif Covid-19 yang dipelajari, yakni 49 persen berasal dari varian Delta; 26 persen disebabkan varian Gamma dari Brasil; dan 10 persen dikaitkan dengan Varian Kolombia.
Dua bulan lalu, Varian Delta menyumbang 2 persen dari kasus Covid-19 di negara bagian. Sekarang, para profesional kesehatan khawatir bahwa varian Kolombia dan lainnya dapat menyebar pada tingkat yang mirip dengan Delta, meskipun tingkat penularannya saat ini tidak diketahui.
Public Health England (PHE) yang sedang melakukan penyelidikan di Inggris. Dilaporkan ada 16 kasus telah terdeteksi di seluruh negeri, ada 10 kasus varian terdeteksi di London, dan sebagian besar kasus Inggris adalah berasal dari perjalanan internasional.
PHE juga mencatat belum ada bukti bahwa vaksin kurang efektif dalam mencegah varian Kolombia atau menyebabkan penyakit yang lebih parah. Para pakar kesehatan mendorong orang yang belum divaksinasi untuk segera mendapatkan suntikan vaksin agar bisa lebih terlindungi.
”Semakin banyak orang yang kita tinggalkan tanpa perlindungan dari vaksin, semakin banyak peluang untuk varian muncul,” ujar Jennifer Nuzzo, ahli epidemiologi di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health.