MATA INDONESIA, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Piter R Abdullah, mengatakan bahwa bisnis di sektor konsumer berpeluang tumbuh, kendati di tengah makro ekonomi tahun 2020 yang penuh dengan tantangan.
Mengacu pada rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 15 Januari 2021, kinerja ekspor Indonesia tercatat (minus) -2.61 persen, sedangkan impor -17.34 persen. Defisit APBN pun mencapai 6,09 Persen PDB.
Pieter mengatakan, saat pandemi virus corona menyerang dunia, semua perusahan menghadapi tantangan yang luar biasa. Ia menilai, perusahaan yang mampu bertahan dan tumbuh, karena berhasil menerapkan strategi yang cermat.
“Dalam jangka panjang industri makanan minuman masih akan terus tumbuh karena menyangkut kebutuhan utama masyarakat. Tahun ini saya perkirakan industri mamin akan sedikit lebih baik dibandingkan tahun lalu seiring harapan pandemi akan mulai mereda,” ujar Piter dalam siaran pers.
Piter memaparkan, di tengah pandemi virus corona, para perusahaan tidak banyak memiliki pilihan dan strategi, termasuk perusahaan di bidang FMGC (Fast Moving Consumer Goods). Tekanan yang banyak dialami dunia usaha yakni, merosotnya demand dikarenakan oleh pandemi virus corona.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas mengatakan bahwa kinerja perusahaan konsumer bisa tetap terjaga asalkan fokus efisiensi biaya terus dilakukan. Selain itu, memanfaatkan jejaring sosial dalam mempromosikan produk dagangan, sehingga konsumen tetap dapat menikmati.
“Kinerja sektor FMCG dalam jangka panjang tetap positif karena selain target pasarnya besar, kontribusi tingkat konsumsi masyarakat terhadap ekonomi juga tinggi. Dan saat ini seharusnya menjadi kesempatan untuk masuk. Karena ketika pendemi selesai, tingkat konsumsi mulai normal di situ kita tinggal merasakan kenaikan dari kinerja perusahaan, tutur Sukarno.
Sedangkan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) memproyeksikan industry makanan dan minuman (mamin) dapat tumbuh 5 hingga 7 persen pada 2021.