MATA INDONESIA, JAKARTA – Pandemi Covid19 ekonomi Indonesia menurun yang juga sangat dirasakan Garuda Indonesia sampai rela berutang demi maskapai itu tetap terbang.
Kondisi tersebut membuat semua yang dimiliki Garuda Indonesia hilang dalam setahun. Beberapa faktor yang mengindikasikan Garuda Indonesia terpuruk :
Tawaran Cuti Kepada 800 Karyawan
Garuda menawarkan pensiun kepada sejumlah karyawannya. Sampai saat ini, sudah ada sekitar 400 karyawan yang menerima tawaran tersebut.
“Di dalam aturan diperbolehkan pegawai melakukan pensiun dini untuk mereka yang berusia di atas 45 tahun. Sampai saat ini, hampir 400 orang yang bersedia,” kata Dirut Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra.
Pendapatan Menurun Hingga 90 persen
Mengalami kondisi keuangan yang bisa dikatakan tidak baik. Ini diakibatkan mau tidak mau Garuda Indonesia harus mengkandangkan armadanya sebanyak 70 persen dilihat dari rata-rata load factor atau tingkat jumlah penumpang di bawah 50 persen untuk setiap penerbangannya.
Utang Mencapai Rp 32 triliun
Garuda Indonesia saat ini tercatat dengan total utang mencapai Rp 32 triliun yang diakibatkan dari utang usaha beserta pajak senilai USD 905 juta dan utang pinjaman kepada bank sebesar 1,313 miliar dolar AS. Selain itu, pihaknya juga telah memproyeksikan kerugian tahun ini mencapai 1,1 miliar dolar AS atau setara Rp 15,8 triliun.
“Saldo utang usaha dan pinjaman bank per 1 Juli 2020 totalnya 2,2 miliar dolar (AS), ini terdiri dari 905 juta dolar AS operasional, pinjaman jangka pendek 668 juta dolar AS, dan pinjaman jangka panjang 645 juta dolar AS. Dari 645 ada pinjaman sukuk 500 juta dolar AS yang sudah kita berhasil negosiasi dan extend jadi Juni 2023,” ujarnya.
Pesawat Batal Dipesan
Garuda Indonesia sebenarnya memesan 9 pesawat Airbus, karena perekonomian tak kunjung membaik jadi hanya 4 yang dipesan. Garuda Indonesia tengah bernegosiasi untuk membatalkan kedatangan 4 Airbus tersebut.
Diketahui, Airbus terlibat memberi suap untuk memuluskan pembelian pesawat dari perusahaannya.
Melalui pengakuan Dirut Garuda, langkah yang diambil pihaknya saat ini bertujuan agar pihak Airbus memberikan ganti rugi dan Garuda juga siap untuk menempuh jalur hukum melalui pemerintahan Inggris.
Bertahan Sampai 2024
Pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC), Arista Atmadjati mengatakan, beban utang yang ditanggung maskapai penerbangan nasional pelat merah yang mencapai US$2 miliar atau Rp31,9 triliun membuat kondisi perusahan tidak akan bertahan lama.
Bantuan dana yang diberikan pemerintah tidak membuahkan hasil yang cukup baik. Dengan Rp8,5 triliun dinilai hanya mampu bertahan sampai 2024.
Pertumbuhan penumpang hingga Oktober tahun lalu telah membaik dibandingkan pada awal pandemi. GIA membukukan sebanyak 739.000 penumpang. Angka ini meningkat dibandingkan pada awal pandemi sebanyak 30.000 per bulan.
Garuda juga telah memulai kerja sama dengan pemda sejumlah provinsi untuk melakukan ekspor dengan baik dalam pengiriman ikan seminggu sekali. Menurutnya jalur ekspor ini cocok untuk dibuka jalur baru serta ditambah pengirimannya.
Pada Oktober 2020, Garuda Indonesia Group mencatatkan jumlah tertinggi angkutan kargo sejak masa pandemi yakni sebesar 21.980 ribu ton.
Capaian tersebut setara dengan 83 persen dari jumlah angkutan kargo sebelum pandemi. Dengan capaian tersebut, bisnis kargo memiliki potensi yang dapat terus dimaksimalkan ke depannya bahkan melebihi capaian angkutan kargo sebelum masa pandemi, khususnya dengan momentum perkembangan industri e-commerce di Indonesia saat ini.
Reporter: Rama Kresna Pryawan