MINEWS, INTERNASIONAL – Kabar mengejutkan datang dari produsen bedak bayi Johnson & Johnson (J&J). Perusahaan multi nasional ini diduga memproduksi bedak yang mengandung asbes. Hal ini yang memicu banyak protes datang dari masyarakat dan J&J akhirnya memutuskan menarik produknya dari pasaran mulai Jumat 18 Oktober 2019 lalu.
Merujuk pernyataan resmi perusahaan tersebut, disebutkan bahwa penarikan memang karena adanya tuntutan dari konsumen usai otoritas makanan dan kosmetik (FDA) Amerika Serikat (AS) menemukan asbes dalam bedak bayi itu. Tapi menurut sumber dari perusahaan, kandungan asbes itu hanyalah 0,00002 persen saja.
Melansir Fox News, Juru bicara perusahaan Erni Kerwetz mengatakan bahwa penarikan produk dari pasaran tersebut merupakan perdana dalam kurun waktu 40 tahun setelah bedak Johnson & Johnson diproduksi. Bahkan kata Erni, sebelum kejadian ini terjadi, perusahaan telah melakukan standar pengecekan yang tinggi untuk memastikan tidak ada kandungan asbes di dalam produk tersebut.
“Ribuan pengujian yang telah kami lakukan selama 40 tahun terakhir menunjukkan bahwa para konsumen kami tidak terkontiminasi asbes. Poduk kami dibuat dari bahan yang telah melewati pemeriksaan dengan standar tinggi. Terlebih, pengecekan produk kami juga diuji dan telah diakui oleh laboratorium independen, universitas dan otoritas kesehatan global,” kata dia pada Sabtu 19 Oktober 2019.
Sebelumnya, ribuan tuntutan hukum dilayangkan oleh konsumen J & J yang merasa dirugikan lantaran bedak bayi ikonik itu terkontaminasi asbes. Konon asbes bisa menyebabkan kanker ovarium dan jenis kanker langka lainnya.
Adapun kandungan asbes, berdasarkan kajian Oregoin State University, jika tertelan bisa mengendap di paru-paru atau saluran pencernaan. Sedangkan tubuh tak bisa menghancurkannya secara alami, sehingga sejumlah masalah kesehatan serius bisa muncul seperti asbestosis, kanker paru-paru dan mesothelioma.
Sementara, seorang profesor bisnis di University of Michigan, Erik Gordon, mengatakan, penarikan yang dilakukan akan membuat perusahaan sulit memberikan pembelaan di pengadilan. Akibatnya, perusahaan tersebut diperkirakan akan mengeluarkan banyak biaya untuk menyelesaikan masalah ini.