Masuk Kandidat Ibu Kota Baru, 4 Lokasi Ini Disiapkan Bupati Penajam Paser Utara

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA-Presiden Joko Widodo (Jokowi), secara resmi mengumumkan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) di Kalimantan Timur sebagai salah satu lokasi ibu kota negara.

Dengan terpilihnya PPU sebagai ibu kota negara, Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’id telah mempersiapkan empat kecamatan untuk ibu kota baru, yaitu Kecamatan Penajam, Kecamatan Waru, Kecamatan Babulu dan Kecamatan Sepaku.

Namun Gafur mengakui belum bisa menyebutkan secara spesifik lokasi secara rinci. “Kalau kita sebutkan nanti ada makelar tanah,” katanya.

Gafur juga menjelaskan, PPU telah memiliki bandara dan pelabuhan bertaraf internasional. Wilayah PPU juga dianggap tidak berada di wilayah berpotensi gempa dan bencana erupsi atau sering disebut wilayah cincin api.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memilih Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara sebagai lokasi ibu kota baru Republik Indonesia. Dua wilayah tersebut berada di Provinsi Kalimantan Timur.

Jokowi memilih wilayah tersebut lantaran memiliki risiko bencana yang minimal dan strategis. Nantinya, pembangunan ibu kota tersebut akan memakan biaya sebesar Rp 466 triliun.

“Dari total tersebut, 19 persen akan menggunakan APBN,” kata Jokowi di Jakarta, Senin 26 Agustus 2019.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini