MINEWS.ID, ZHUKOVSKIY MOSKWA – Rusia tetap ingin membuat 11 unit pesawat tempur Sukhoi Su-35 Super Flanker milik Indonesia meskipun tekanan dan dampak sanksi dari Amerika Serikat semakin terasa.
Seperti diketahui dampak tersebut berlaku untuk negara-negara yang melakukan pembelian peralatan perang negeri Beruang Merah tersebut.
“Kontrak pembelian Su-35 untuk Indonesia masih berlaku. Kami sedang bekerja bersama untuk merumuskan hal itu. Kami sedang membahas beberapa rincian kecil yang tercantum di dalam kontrak,†ujar Direktur Dinas Federal untuk Kerja Sama Teknis dan Militer Rusia, Dmitriy Shugaev, di Bandara Internasional Zhukovskyi, Moskwa.
Sukhoi mengharapkan perkembangan yang semakin jelas dalam waktu dekat ini sehingga kontrak pembelian segera terwujud.
Soal sanksi Amerika Serikat, Dmitriy mengaku, telah dikeluarkan sejak krisis bersenjata di Krimea pada 1994 atas perdagangan internasional produk-produk militer mereka.
Sanksi itu dikenal sebagai Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act alias CATSA yang juga berimbas serius kepada Indonesia. Sebab, sejak awal 2015 kita berencana membeli Sukhoi Su-35 Super Flanker sebagai calon pengganti F-5E/F Tiger II di Skuadron Udara 14 TNI AU.
Tanpa mengungkap kepada pers, Indonesia dan Rusia telah menandatangani pengadaan 11 unit Su-35 dari Rusia senilai Rp 1,14 triliun.
Apalagi Sukhoi bersedia memenuhi syarat pasal-pasal dalam UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan Nasional. Syarat itu antara lain mewajibkan imbal beli hingga 50 persen nilai kontrak, alih teknologi-alih pengetahuan, off set dalam nilai dan jumlah yang bertingkat-berjenjang, pelibatan industri dalam negeri, dan lain-lain.
Dimitriy seperti dilansir antara 29 Agustus 2019 menegaskan Rusia tidak akan meninggalkan negara-negara mitranya meski di bawah tekanan Amerika Serikat. Mereka bahkan tidak akan mengurangi volume penjualan peralatan militernya.