MATA INDONESIA, JEDDAH – Arab Saudi sudah tak lagi menjadi negara yang konservatif. Hal ini dikisahkan oleh Asma, yang menghabiskan satu hari di pantai dengan sang kekasih.
Ia menuturkan bahwa ia dengan bebas menari dengan kekasihnya di atas pasir putih di tepi Laut Merah, diiringi dentuman musik dari pengeras suara. Bukan hanya itu, kaum perempuan juga terlihat memakai bikini.
Ini merupakan pengingat kecil dari perubahan yang sedang berlangsung di Kerajaan Islam, yang berusaha mengurangi beberapa struktur sosial yang ketat dalam dorongan modernisasi.
Sebagaimana diketahui, Arab Saudi melarang musik digaungkan di tempat umum hingga 2017, sebuah tindakan yang diberlakukan oleh polisi agama dan perempuan hanya diizinkan mengemudi setahun kemudian. Para pengunjung pantai di Arab Saudi juga dipisahkan antara pria dan perempuan.
Namun dengan hanya membayar 300 riyal Saudi atau sekitar 1,1 juta Rupiah, Asma dan kekasihnya dapat dengan bebas memasuki Pure Beach dekat Kota Jeddah, dengan musik, tarian, dan taman air tiupnya yang bertuliskan “Arab Saudi” jika dilihat dari atas.
“Saya senang bahwa saya sekarang bisa datang ke pantai terdekat untuk menikmati waktu saya. Ini adalah lambang kebahagiaan… Itu adalah impian kami untuk datang ke sini dan menghabiskan akhir pekan yang indah,” tutur Asma kepada AFP.
Para pengunjung perempuan memakai bikini, beberapa di antaranya menikmati rokok sisha. Saat matahari terbenam, pengunjung pantai menari mengikuti alunan musik Barat di atas panggung yang terang dan para pasangan berpelukan.
Di banyak negara, pemandangan ini mungkin tampak biasa, tetapi tidak untuk Arab Saudi –yang mashyur sebagai kota suci umat Islam dan mendukung Wahhabisme.
“Saya dibesarkan di sini, dan beberapa tahun yang lalu kami bahkan tidak diizinkan untuk mendengarkan musik, jadi ini seperti surga,” kata Hadeel Omar dari Mesir.
Arab Saudi ini mengalami transisi di bawah putra mahkota dan penguasa de facto, Mohammed bin Salman (MBS), yang berkuasa pada 2017. Tetapi MBS juga meluncurkan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, seperti menahan aktivis hak-hak perempuan, ulama dan jurnalis.
Reformasi sosial Kerajaan Teluk didorong oleh keinginan untuk mendiversifikasi ekonominya yang bergantung pada minyak, termasuk dengan merangsang pariwisata dan pengeluaran domestik.
Hanya pelancong bisnis dan peziarah Muslim yang dapat berkunjung hingga 2019, ketika Arab Saudi mulai menawarkan visa turis.
Bilal Saudi, kepala acara di King Abdullah Economic City, mengatakan pantai itu menargetkan “pengunjung lokal dan turis (asing)”.
“Saya merasa bahwa saya tidak lagi harus bepergian (ke luar negeri) untuk bersenang-senang… karena semuanya ada di sini,” kata Dima, seorang pengusaha muda Saudi, sambil bergoyang mengikuti musik.
Staf di pantai mengatakan mereka tidak tahu apakah pasangan itu sudah menikah atau belum. Baru dua tahun yang lalu pasangan asing yang belum menikah diizinkan untuk berbagi kamar hotel.
Demi “privasi”, seperti yang dikatakan staf, ponsel disita dan disimpan dalam kantong plastik.
“Saya terkejut dengan kebebasan dan keterbukaan di pantai, sesuatu yang akan dialami di Amerika Serikat,” kata pengunjung pantai Mohammed Saleh.
Satu hal yang masih kurang, kata pengunjung, adalah koktail, dengan larangan alkohol secara nasional masih berlaku.