MATA INDONESIA, JAKARTA – Karier dan nama baik hakim Sudrajad Dimyati sepertinya akan berakhir di jeruji penjara. Tak hanya itu, Mahkamah Agung (MA) memberhentikan sementara Sudrajad Dimyati sebagai hakim agung.
Hal itu setelah ia menjadi tersangka kasus suap penanganan perkara di MA.
“Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kalau aparatur pengadilan itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, maka Mahkamah Agung akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara,” kata Ketua Kamar Pengawasan MA Zahrul Rabain, Jumat, 23 September 2022.
Zahrul mengatakan surat tersebut untuk memfokuskan pemeriksaan terhadap Sudrajad di KPK. MA juga menyerahkan penanganan perkara tersebut ke Lembaga Antikorupsi.
“MA akan menyerahkan sepenuhnya proses ini kepada KPK untuk menyelesaikannya secara hukum, tentu dengan mengemukakan asas praduga tidak bersalah,” ujar Zahrul.
Pada perkara ini KPK menetapkan 10 tersangka termasuk Sudrajad Dimyati. Yaitu:
- Hakim Yudisial atau panitera pengganti, Elly Tri Pangestu
- Dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH);
- Dua ASN di MA, Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB)
- Pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES)
- Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Hakim Kaya Raya
Sudrajad Dimyati rajin menyampaikan LHKPN ke KPK. Menurut laman e-lhkpn.kpk.go.id, Dimyati melaporkan harta kekayaannya secara rutin sejak tahun 2008.
Pada tahun itu, Dimyati memiliki kekayaan Rp 1,06 miliar. Namun, hartanya meningkat menjadi Rp 2,3 miliar pada 2012.
Dalam tempo setahun, harta Dimyati melonjak menjadi Rp 7,8 miliar pada 2013. Namun, saat dia menjadi hakim agung pada 2016, hartanya menjadi Rp 7,5 miliar.
LHKPN terbaru pertanggal 31 Desember 2021. Dalam laporan itu, hartanya mencapai Rp 10,78 miliar.
Ia memiliki tanah dan bangunan senilai Rp 2,45 miliar yang tersebar di 8 lokasi di Jakarta dan Yogyakarta. Selain itu, dia juga memiliki alat transportasi. Antara lain Honda Vario keluaran 2011 dan mobil Honda MPV tahun 2017. Totalnya Rp 209 juta.
Dimyati juga memilik harta bergerak lainnya senilai Rp 40 juta. Ia juga melaporkan kekayaan berupa kas senilai Rp 8,07 miliar.
Sempat Gagal Seleksi Hakim Agung
Karier Sudrajad Dimyati sejak awal sudah bermasalah. Ia sempat gagal dalam seleksi sebagai Hakim Agung di Komisi III DPR pada 2013.
Mengutip laman Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi), Dimiyati lahir di Yogyakarta pada 27 Oktober 1957 (64 tahun). Lulusan SMAN 3 Yogyakarta itu mengenyam pendidikan tingkat sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dengan jurusan Hukum Tata Negara. Ia pun menyelesaikan pendidikan S2 di kampus yang sama.
Dimyati sempat bertugas di berbagai pengadilan negeri di Indonesia. Ia pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri Wonogiri, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, hingga terakhir sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak.
Pada 2013, Dimyati mengikuti seleksi Hakim Agung. Akan tetapi saat itu ia gagal dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR.
Kegagalan Dimyati menjadi hakim agung sempat heboh karena skandal dugaan suap terhadap anggota Komisi III dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bahruddin Nashori. Penyuapan itu terjadi di toilet Gedung DPR.
Skandal itu terungkap setelah seorang jurnalis mengaku melihat keduanya bertemu di toilet itu. Akan tetapi Bahruddin membantah menerima sesuatu dari Dimyati.
Batal menjadi Hakim Agung, Dimyati sempat menjalani sidang Komisi Yudisial (KY). Akan tetapi KY menyatakan bahwa Dimyati tak terbukti melakukan suap terhadap Bahruddin.
Setahun berselang, Dimyati kembali mengajukan diri sebagai calon Hakim Agung. Dalam pemilihan, Komisi III menetapkan Dimyati sebagai Hakim Agung Kamar Perdata Mahkamah Agung.
Hakim adalah jabatan yang mulia sekaligus penuh risiko. Mulia, karena ia bertujuan menciptakan ketentraman dan keadilan di dalam masyarakat. Penuh risiko, sebab di dunia ia akan berhadapan dengan mereka yang tidak puas dengan keputusannya. Sedangkan di akhirat terancam dengan neraka jika tidak menetapkan keputusan yang adil.