KST Papua Tidak Pandang Etnis Dalam Melakukan Penyerangan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kelompok separatis dan teroris (KST) Papua tidak mengenal etnis ketika melakukan penyerangan terhadap aparat keamanan baik TNI maupun Polri. Hal ini terlihat dari tindakan kelompok tersebut yang menembak seorang anggota TNI saat kontak senjata di Pos Titlgl, Distrik Sugapa.

Adapun anggota yang tertembak bernama Enos Aninam (Orang Asli Papua). Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menilai jika KST Papua tidak memandang etnis sehingga tetap tega melakukan kekerasan terhadap Orang Asli Papua (OAP).

“KST Papua  tidak melihat etnis, tapi melihat kepentingan kelompok, selain aparat yang putra asli Papua mereka juga tega melakukan kekerasan terhadap masyarakat,” kata Stanislaus kepada Mata Indonesia News, Selasa 8 Februari 2021.

Sebelumnya, pasukan  Kodap VIII Kemabu Intan Jaya di bawah pimpinan komandao Undius Kogoya melakukan penyerangan kedua di Sugapa. Kontak senjata terjadi pada pukul 06.00-08.00 WIT.

Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom menegaskan jika tuntutan KST Papua dan TPNPB-OPM yaitu menginginkan Indonesia, Belanda, Amerika Serikar dan PBB untuk mengakui kesalahan aneksasi Papua barat ke dalam wilayah NKRI.

Sebby juga menegaskan jika pasuka TPNPB telah menguasai distrik Sugapa, Intan Jaya. Sementara itu, pasukan TNI-Polri tengah berkumpul di area kantor Bupati Intan Jaya. Ia menyebut jika TPNPB masih siaga untuk melanjutkan kontak senjata.

“TPNPB-OPM menyatakan kami akan serang besar-besaran dalam waktu yang sedang berlangsung,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perjuangkan Kesejahteraan Buruh dan Petani, Dani Eko Wiyono Siap Maju Calon Bupati Sleman Melalui Jalur Independen

Mata Indonesia, Sleman - Alumni aktivis 98 sekaligus aktivis yang selalu menyuarakan aspirasi buruh/pekerja Daerah Istimewa Yogyakarta, Dani Eko Wiyono ST. MT ini bertekad maju bakal calon bupati Sleman dalam Pilkada Sleman nanti. Dani menilai, hingga saat ini, mayoritas kehidupan buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera. Buruh masih dianggap hanya sebagai tulang punggung ekonomi bangsa tanpa diperjuangkan nasib hidupnya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini