MATA INDONESIA, JAKARTA – Kelompok Separatis dan Teroris Papua (KSTP) masih terus berulah. Kali ini mereka melakukan kekerasan di Kampung Bingky, Distrik Seradala, Kabupaten Yahukimo, Papua. Akibat kekerasan yang mereka lakukan, embangunan dua unit jembatan yang masuk dalam proyek jalan Trans Papua terpaksa dihentikan.
Hal ini mendapat tanggapan dari Direktur The Indonesia Intellegence Institute Ridlwan Habib. Ia mengatakan, pelabelan kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau organisasi Papua merdeka (OPM) sebagai kelompok separatis teroris (KST) sudah efektif.
Ridlwan menilai dengan label tersebut, aparat penegak hukum menjadi tidak ragu dalam bergerak. “Sekarang kita lihat bahkan tidak sekedar KST yang ada di lapangan tetapi juga para donaturnya sekarang kan pada ditangkapi,” katanya di Jakarta dalam diskusi yang ditayangkan pada Youtube MNC Trijaya, Selasa 29 Juni 2021.
Ia juga menjelaskan bahwa label teroris terhadap KSTP merujuk pada klausul UU Nomor 5 tahun 2018. Hal ini menunjukan pemerintah sangat tegas terhadap kelompok ini. Bahkan UU ini tidak hanya menjerat KST tapi juga pendukunganya.
“Saya kira ini dengan UU Terorisme mereka bisa disidik dalam artian turut serta dalam tindakan terorisme mendukung apalagi mengkampanyekan gerakan seperti ini. Itu bisa kena klausul pasal di UU nomor 5 tahun 2018, pasal 13A atau juga bisa kena pasal 14, jadi turut serta dalam operasi, tindakan-tindakan propaganda terorisme. Ancaman hukumannya 4 tahun,” ujarnya.
Menurut Ridlwan, UU ini menjadi tantangan bagi aparat penegak hukum untuk menangkap mereka yang terlibat di KSTP.
“Misal Veronika Koman. Dia aktif sebagai juru arbitrasi. Kalau enggak ditangkap orang akan berpikir, loh itu bebas saja ya yang telah mengkampanyekan kemerdekaan Papua, mengkampanyekan penindasan oleh TNI. Kenapa enggak ada proses hukum,” katanya.