MATA INDONESIA, JAKARTA-95 persen data laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LKHPN) yang diterima Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak akurat. Data yang dikirim pejabat negara tidak sesuai dengan kekayaan yang mereka miliki.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan temuan ini didapat berdasarkan hasil pemeriksaan dan penelitian terhadap LKHPN dari 1.665 penyelenggara negara yang tersebar di eksekutif, legislatif, yudikatif, sampai BUMN/BUMD.
“95 persen memang tidak akurat secara umum. Banyak harta yang tidak dilapor, baik itu tanah, bangunan, rekening bank, maupun investasi lain,” kata Pahala dalam webinar, Selasa 7 September 2021.
Dirinya mengatakan bakal lebih aktif memeriksa data tersebut ke berbagai stakholder terkait. Tujuannya untuk dibandingkan dengan data LKHPN yang dilaporkan para pejabat negara.
“Bahwa yang namanya A dengan keluarga istrinya, anak yang sudah dewasa ini ini apakah punya rekening di bank. Nanti secara otomatis semua bank yang punya rekening itu akan melaporkan lengkap dengan isinya. Nanti transaksinya kelihatan,” ujarnya.
Selain mendapati banyaknya harta yang tidak dilaporkan, Pahala juga menyebut adanya keanehan dalam transaksi bank sejumlah penyelenggara negara. Angka pendapatan dengan pengeluaran tidak sesuai karena alami kenaikan yang tidak konstan.
“Secara konstan (tetap) setiap bulan saya dapat misal 100 rupiah, (bertambah) 150 rupiah, 200 rupiah seperti itu. Jadi 15 persen dari yang 95 persen itu menunjukan profil yang tidak fiit dengan data keuangannya,” katanya.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan ada anggapan yang membuat kepatuhan dan akurasi LHKPN para penyelengara negara menjadi masalah. Karena masih banyak pejabat yang menganggap kepetingan laporan hanya sebelum dan sesudah menjabat.
“Tetapi kalau kita baca pasal 5 ayat 2 LHKPN, dilakukan kewajibannya ada 3 kali tiga item disebut di situ. Sebelum, selama, dan setelah. Nah yang selama ini kadang kawan-kawan dari eksekutif, legislatif, dan eksekutif, kita pakai pasal 5 ayat 3 aja. Nah sebelum dan setelah saja, selamanya tidak mau,” katanya.
Dirinya mencontohkan semisal menjabat di tahun 2019, biasanya LKHPN hanya dilaporkan nanti setelah menjabat di masa 2024. Padahal laporan tersebut harus diberikan secara berkala setiap tahunnya selama menjabat.