MATA INDONESIA, JAKARTA – Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara akhirnya divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana (Tipikor) Jakarta pada Senin 23 Agustus 2021.
“Juliari terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diatur dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001,” ujar pembaca Tajuk Rencana Mata Milenial Indonesia TV, Iman Soleh yang dilihat Sabtu, 28 Agustus 2021.
Juliari juga dihukum membayar denda sebesar Rp 500 juta dan uang pengganti sebanyak Rp 14,5 miliar. Dia juga divonis tidak boleh menggunakan hak politik selama empat tahun.
Kemudian, Majelis Hakim pun membeberkan hal-hal yang menjadi pertimbangan terhadap vonis 12 tahun penjara Juliari.
Hal yang memberatkan karena terdakwa Juliari tidak berjiwa kesatria untuk mengakui perbuatannya dalam korupsi bansos. Selain itu, majelis hakim juga menyatakan bahwa perbuatan terdakwa dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam yaitu wabah Covid-19.
Sedangkan, pertimbangan dalam hal meringankan yang diberikan terdakwa Juliari belum pernah dijatuhi pidana. Juliari juga diklaim sudah cukup menderita dengan mendapatkan hinaan oleh masyarakat.
Adapun vonis ini lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa KPK, mengingat sebelumnya Juliari dituntut 11 tahun dan denda Rp500 juta subsidair. Hal ini tidak lepas bukti yang menunjukkan bahwa Juliari menerima suap dalam pengadaan paket bansos Covid-19 di wilayah Jabodetabek 2020 sebesar Rp 32,48 miliar.
Selain itu dalam tajuk rencana MMI TV ini juga membahas terkait kemenangan Taliban di Afghanistan. Kemenangan Taliban ini turut diwaspadai oleh Indonesia.
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan bahwa meski Taliban tidak berafiliasi dengan ISIS, namun Taliban terjebak dalam aksi kekerasan yang dapat didefinisikan dalam kategori hukum sebagai perbuatan teror.
BNPT berusaha keras agar tindakan kekeraan yang dilakukan Taliban tak dijadikan contoh bagi warga di tanah air. Menurut Kepala BNPT, pihaknya sempat mendeteksi adanya penggalangan simpatisan atas kemenangan Taliban di Indonesia melalui media sosial (medsos).
“Dalam data BNPT, ada 131 individu dan 5 entitas yang patut diduga memiliki hubungan dan membuka jaringan dengan kelompok Taliban di Afghanistan,” demikian pemaparan Iman Soleh.
Sementara, para pengamat hubungan internasional menyarankan agar pemerintah Indonesia tidak terburu-buru memberikan pengakuan kepada pemerintahan baru Afghanistan karena secara politik belum ada kejelasan siapa yang akan melanjutkan roda pemerintahan, pasca pasukan AS ditarik dari Afghanistan.
Isu lainnya bisa disaksikan di Tajuk Rencana pada akun Mata Milenial Indonesia TV, Minggu, 29 Agustus 2021.