KLHK : Omnibus Law Lindungi Masyarakat di Kawasan Hutan Adat

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) sebenarnya memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat yang tinggal di kawasan hutan adat.

Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan bahwa hal tersebut tertuang dalam pasal 29A dan 29B pada paragraf 4 yang mengatur soal kehutanan. Melalui 2 pasal yang disisipkan tersebut, KLHK bakal memberikan landasan hukum bagi perhutanan sosial.

“Pemerintah tetap mengedepankan masyarakat harus bisa peroleh akses legal,” ujarnya, Senin 12 Oktober 2020.

Bambang juga menjelaskan bahwa UU ini juga akan memberikan kepastian hukum, kawasan dan kerja bagi masyarakat di sekitar hutan adat. Pasalnya, dalam izin perhutanan sosial yang berlandasan hukum, masyarakat yang menebang atau melakukan kegiatan di kawasan hutan tidak bisa dihukum.

Namun, ketentuan ini hanya berlaku bagi masyarakat yang berada dan tercatat dalam kawasan perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare yang sudah ditentukan pemerintah. Bagi masyarakat di luar kawasan itu tetap diberikan sanksi administrasi.

“Kalau pun ada kekhilafan, maksimal itu sanksi administrasi. Demikian juga kalau belum ada izin yang diberikan dirjen PSKL, pasal yang mengatur normal sanksi kami dorong untuk diberikan sanksi administrasi saja kepada masyarakat,” katanya.

Sebagai informasi, perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan dalam kawasan negara atau hutan adat yang diberikan kepada masyarakat sekitar hutan atau masyarakat hukum adat.

Menurut draf UU Cipta Kerja dari Rapat Paripurna di DPR, Pasal 29A mengatur perhutanan sosial sebagai pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi.

Pemanfaatan hutan yang dimaksud mengacu pada Pasal 26 dan Pasal 28, yakni berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, serta pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.

Pasal 29B menyebut bahwa pemanfaatan dan kegiatan perhutanan sosial dilakukan menggunakan perizinan berusaha. Namun ketentuannya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, artinya tidak sama dengan perizinan berusaha untuk perusahaan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pencegahan TPPO di Jogja Diperkuat, Gugus Tugas Dibentuk Kurangi Kasus

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
- Advertisement -

Baca berita yang ini