Mata Indonesia, Jakarta – Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, mendorong para elite politik serta seluruh elemen bangsa untuk mencegah hadirnya kembali terminologi “cebong” dan “kampret” dalam Pemilu. Pemilu 2024 harus disambut dengan suka cita. Selain itu, jangan memanfaatkan isu agama hanya untuk menebar kebencian hanya demi meraih kekuasaan.
“Sahabat Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib, mengajarkan bahwa ‘mereka yang bukan saudara dalam iman, adalah saudara dalam kemanusiaan’. Kita harus meyakini, setiap agama menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan. Mari kita jaga persatuan dan kesatuan, dan jadikan nilai-nilai agama sebagai perekat persaudaraan, yang dilandasi oleh rasa cinta kasih pada sesama, karena sejatinya, puncak dari setiap agama adalah cinta,” papar Bamsoet dalam Perayaan Natal Tahun 2023 dan Tahun Baru 2024 MPR RI, DPR RI, dan DPD RI, di Gedung Nusantara IV MPR RI, Jakarta, pada Senin (5/12/23).
Bamsoet memaparkan, dalam konteks keIndonesiaan yang tidak menganut paham sekularisme, agama menjadi elemen penting dalam konstruksi kehidupan sosial. Setiap isu yang dikaitkan dengan agama, selalu menjadi isu yang memiliki sensitivitas tinggi yang jika tidak dikelola dan disikapi dengan baik dan bijaksana, akan bermuara pada percikan-percikan konflik yang dapat mencederai kebersamaan kita sebagai sebuah bangsa.
“Implementasi dari praktik kehidupan keagamaan adalah cinta kasih yang menggerakkan persaudaraan. Cinta kasih dan persaudaraan adalah ikatan senyawa yang saling menguatkan satu sama lain, yanag akan menuntun setiap langkah kita menuju harmoni dan kedamaian,” paparnya.
Bamsoet juga menjelaskan, kita tidak boleh merasa lelah menebarkan semangat perdamaian, kerukunan, dan cinta kasih kepada sesama. Karenanya, perbedaan orientasi dan pilihan politik, tidak seharusnya menjadikan kita terpolarisasi pada kutub-kutub yang saling bermusuhan.
“Sudah saatnya kita belajar dari pengalaman sejarah, bahwa konflik horizontal yang dipicu oleh perbedaan orientasi politik dan agama, hanya akan meninggalkan trauma dan bekas luka. Selain, merusak sendi-sendi demokrasi yang dengan susah payah kita bangun dan perjuangkan. Melalui kebersamaan dalam keberagaman inilah, kita akan senantiasa diuji, seberapa dangkal, atau seberapa dalam, komitmen kebangsaan kita, dalam menempatkan persatuan dan kesatuan bangsa, di atas kepentingan pribadi dan golongan,” tandasnya.
(DPR RI)