MATA INDONESIA, YOGYAKARTA – Kraton Yogyakarta masih belum menggelar Lampah Budaya Mubeng Beteng sebagai peringatan Tahun Baru Hijriah atau 1 Sura dalam penanggalan Jawa. Hal itu karena kenaikan kasus aktif Covid-19 di Yogya.
Menurut Kerabat Kraton Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jatiningrat, tradisi Lampah Budaya Mubeng Beteng hakikatnya merupakan laku budaya adalah penjagaan tradisi. Di mana digunakan sebagai sarana masyarakat melakukan instropeksi. ”Dan memohon kepada Tuhan agar diberikan kebaikan di tahun yang akan datang,” ujarnya, Minggu 31 Juli 2022.
Menurut KRT Jatiningrat tak ada yang tahu mulai kapan tradisi Lampah Budaya Mubeng Beteng pertama kali berlangsung. ”Namun karena sebuah tradisi yang positif, hingga saat ini tetap berlangsung dan terbuka untuk umum,” sebutnya.
Sebagai gantinya, Kraton Yogyakarta memperingati Tahun Baru Jawa 1 Sura 1956 Ehe/1 Muharram 1444 H dengan menyelenggarakan doa bersama. Selain itu, Kraton pun menyelenggarakan macapat pada Jumat malam 29 Juli 2022 lalu.
Kegiatan macapat ini berlangsung di Kagungan Dalem Bangsal Pancaniti, Kompleks Kamandungan Lor (Keben), Kraton Yogyakarta. Acara ini secara terbatas oleh Abdi Dalem dan perwakilan kabupaten/kota di DIY.
Di acara ini ada lantunan Kidung Pandonga atau tembang macapat yang dipimpin oleh KMT Projosuwasono. Agenda selanjutnya baru dibuka oleh Utusan Dalem yaitu KPH Wironegoro. Setelah itu ditutup dengan pembacaan doa oleh Kaca Kaji.
Tradisi 1 Suro di Kraton Yogyakarta merupakan inisiasi Abdi Dalem. Oleh karena itu, sebutannya Hajad Kawula Dalem.
Meski meniadakan kegiatan Lampah Budaya Mubeng, Kraton tetap membuka destinasi wisata yang ada, seperti di Tamansari. Tingkat kunjungan juga lebih tinggi di tahun baru Hijriah 1444 ini.
Dari data Dinpar DIY pada Sabtu 30 Juli 2022 kedatangan wisatawan mencapai lebih kurang 30 ribu orang.
Reporter: M Fauzul Abraar