MATA INDONESIA, YERUSALEM – Kepala Intelijen Israel, Mossad melakukan perjalanan ke Amerika Serikat pada Minggu (5/12). Kunjungan David Barnea tersebut untuk berbincang dengan para pejabat AS mengenai program nuklir Iran.
Barnea diperkirakan akan menyerahkan hasil penyelidikan Mossad terkait upaya Teheran dalam pengembangan program nuklirnya, demikian laporan surat kabat Yedioth Ahronoth. Tak hanya itu, Barnea juga akan mendesak Paman Sam untuk mengintensifkan sanksi dan menempatkan ancaman militer terhadap Iran.
Masih menurut laporan Yedioth Ahronoth, Israel tidak akan terikat pada kesepakatan nuklir dengan Iran dan akan berusaha keras menghentikan aktivitas nuklir negara yang kini dipimpin oleh Presiden Ebrahim Raisi tersebut.
“Iran tidak akan memiliki senjata nuklir, tidak di tahun-tahun mendatang, tidak akan pernah. Itu janji saya, itu janji Mossad,” tegas Barnea, melansir Anadolu Agency.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz dijadwalkan mengunjungi Washington hari Rabu (8/12) untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin guna membahas program nuklir Iran.
Setelah jeda lima bulan, Iran dan kekuatan dunia melanjutkan pembicaraan di Wina, Austria dalam upaya terakhir untuk memulihkan perjanjian nuklir 2015 yang ditarik oleh pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump pada Mei 2018.
Sementara Presiden Joe Biden berusaha membawa AS kembali ke kesepakatan yang ditinggalkan Trump. Di mana Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi terhadap Teheran dan Iran menanggapinya dengan melanggar banyak batasan kesepakatan pada aktivitas nuklirnya.
Pembicaraan mengenai Perjanjian Nuklir Iran 2015 dimulai pada April di Wina dengan pihak yang tersisa dalam kesepakatan – Iran, Rusia, China, Prancis, Inggris dan Jerman serta Amerika Serikat yang berada di hotel lain – Iran menolak untuk mengadakan pertemuan langsung dengan para pejabat AS.
Pada dasarnya, Iran menuntut penghapusan semua sanksi terkait program nuklir—yang bahkan melampaui apa yang diakui pemerintahan Barack Obama. Namun, Iran juga bersikeras ingin mempertahankan sebagian besar kemajuan nuklirnya yang telah dibuat sejak pertengahan 2019 dengan pelanggaran aktivitas sentrifugal canggih.