Kementerian PUPR Siap Rp 2,58 M untuk Perbaiki 110 Rumah di Teluk Wondama, Papua Barat

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bakal memperbaiki 110 rumah tidak layak huni di di Teluk Wondama, Papua Barat. Bantuan tersebut akan diberikan melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dengan total anggaran sebesar Rp 2,58 miliar.

Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid mengatakan, program BSPS ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Provinsi Papua Barat. Program tersebut merupakan stimulant yang diberikan kepada masyarakat agar mau membangun rumahnya secara swadaya dan mendorong semangat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.

“Selain itu, pemerintah daerah sebisa mungkin juga dapat memberikan dukungan dengan mereplikasi program serupa dan menyusun data kebutuhan rumah masyarakatnya dengan baik,” katanya dalam siaran pers di Jakarta, Minggu 12 September 2021.

Ia mengatakan bahwa jumlah bantuan stimulan yang disalurkan memang tidak terlalu besar, tapi bisa mendorong semangat masyarakat untuk berswadaya membangun rumahnya.

“Kita juga harus bergotong royong dan saling membantu antar masyarakat sehingga daerahnya bebas dari RTLH,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Balai Pelaksanaan Penyediaan Perumahan (P2P) Wilayah Papua II Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Yance Pabisa menjelaskan, melalui program tersebut pemerintah menyalurkan Rp 23,5 juta kepada setiap masyarakat penerima bantuan untuk membeli bahan bangunan dan upah tukang.

Adapun program BSPS untuk Kabupaten Teluk Wondama sebelumnya hanya 50 unit rumah tidak layak huni dan kemudian ada penambahan sebanyak 60 unit. Jadi total keseluruhan Program BSPS yang disalurkan Kementerian PUPR di Teluk Wondama ada sebanyak 110 unit. “Total anggarannya mencapai Rp 2,58 miliar,” katanya.

Berdasarkan data yang dimiliki Balai P2P Papua II, lokasi penyaluran Program BSPS berada di Kampung Soberi Indah, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat. Hingga saat ini Program BSPS di lapangan sudah terealisasi sebanyak 46 RTLH yang sudah dibedah menjadi lebih layak huni.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kebijakan Penyesuaian PPN 1% Sudah Berdasarkan UU dan Kesepakatan Stakeholder

Oleh: Adnan Ramdani )* Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% merupakanlangkah besar yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara danmenciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien serta berkeadilan. Kebijakan initelah disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk peraturanperundang-undangan yang berlaku dan kesepakatan antara berbagai pihak terkait, sehingga tidak hanya berlandaskan pada keputusan sepihak, tetapi denganpartisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.  Pengenaan penyesuaian PPN sebesar 1% ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkansebagai langkah reformasi pajak di Indonesia. UU ini bertujuan untuk memperbaikisistem perpajakan yang sudah ada agar lebih modern, adil, dan efisien. Dalamproses perumusan kebijakan ini, pemerintah telah melibatkan berbagai stakeholder seperti pengusaha, asosiasi, dan masyarakat untuk memperoleh pandangan yang beragam dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Ini menunjukkan bahwakebijakan tersebut bukan hanya kebijakan yang bersifat top-down, tetapi lebihkepada hasil kesepakatan bersama yang diharapkan mampu membawa dampakpositif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Menyoal PPN yang mengalami kenaikan sampai 12%,  Menteri Koordinator BidangPerekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan bahwa PPN tersebut merupakanAmanah dari Undang-Undang Nomor 7 pada tahun 2021 soal HarmonisasiPeraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwatarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lamban pada 1 Januari 2025. Selain itu, Airlangga juga menyatakan bahwa untuk mengantisipasi kenaikan tarif PPN, pemerintah telah mengeluarkan sederet paket insentif untuk tahun depan. Hal inidiperuntukan agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Tarif PPN tersebutdipertahankan dengan kebijakan insentif PPN DTP, di mana pemerintahmenanggung 1 persen dari tarif PPN ketiga barang pokok penting yang seharusnyanaik menjadi 12 persen. Dengan adanya penyesuaian tarif PPN ini, banyak pihak yang melihatnya sebagailangkah yang tepat untuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia. Sebelumnya, banyak pihak yang menganggap bahwa struktur pajak yang ada belum sepenuhnyamampu menjawab tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Kebijakan PPN yang baru ini, meskipun ada penyesuaian tarif, tetap memberikan insentif bagisektor-sektor tertentu yang dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi, sepertisektor UMKM dan sektor ekspor. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi dankepatuhan wajib pajak. Dengan adanya sistem yang lebih sederhana dan lebihterintegrasi, pengawasan terhadap penerimaan pajak diharapkan bisa lebih efektif. Hal ini juga sejalan dengan tujuan utama dari Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu untuk menciptakan sistem pajak yang lebih mudah dipahami oleh masyarakatdan pelaku usaha, sehingga meminimalisir praktik-praktik penghindaran pajak yang selama ini masih menjadi masalah di berbagai sektor. Pemerintah pun telahberupaya memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat dan pelakuusaha terkait perubahan ini, agar transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkankesalahpahaman. Kebijakan penyesuaian PPN 1% juga telah mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang beragam. Dalam hal ini, pemerintah memastikan bahwakebijakan ini tidak akan memberatkan masyarakat, terutama kelompokberpendapatan rendah. Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini adalahpembebasan PPN untuk barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti makanan danobat-obatan, yang tetap mempertahankan prinsip keadilan sosial. Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Pemerintahakan menanggung kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen untuktiga komoditas saat PPN 12 persen diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Ketigakomoditas itu yakni tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atauMinyaKita. Ketiga komoditas itu dinilai sangat diperlukan oleh masyarakat umum, sehingga Pemerintah memutuskan untuk menerapkan PPN ditanggung pemerintah(DTP) atas kenaikan tarif PPN...
- Advertisement -

Baca berita yang ini