MATA INDONESIA, JAKARTA – Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 3 Juni 2020 yang menyatakan Presiden Joko Widodo dan Menkominfo Johnny G Plate bersalah melanggar hukum dalam pemblokiran internet di Papua, ternyata banyak dimiringkan oleh berbagai media nasional besar.
Dalam putusan tersebut, PTUN mengharuskan Presiden Jokowi dan Menkominfo membayar perkara sebesar Rp 475 ribu.
Namun, hasil putusan PTUN ini diberitakan miring oleh sejumlah media, yang salah satunya menyebut hakim memerintahkan Presiden Jokowi meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Papua dan Papua Barat. Jelas saja hal itu tak benar.
Sebagaimana diungkapkan dalam sebuah surat terbuka dari beberapa tokoh nasional untuk Dewan Pers, terkait kekeliruan sejumlah media dalam pemberitaan hasil putusan PTUN untuk Jokowi dan Johnny G Plate.
Berikut selengkapnya:
Kepada Yth
Bpk. Arif Zulkifli
Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers
Dewan Pers
di Jakarta
Dengan hormat.
Melalui surat ini kami, sebagai bagian dari warga yang percaya bahwa Indonesia membutuhkan pers yang senantiasa menyiarkan informasi yang akurat dan teruji kebenarannya, hendak melaporkan tersiarnya kabar yang salah mengenai keputusan PTUN oleh sejumlah media nasional yang dapat merugikan kepentingan publik.
Ada pun latar belakang pengaduan kami adalah sebagai berikut:
1. Pada 3 Juni 2020, PTUN mengeluarkan keputusan atas gugatan terhadap tindakan Presiden dan Menteri Kominfo memperlambat akses dan memutus akses hubungan internet di Papua di masa krisis Papua Agustus – September 2019.
Sebagaimana terbaca dalam dokumen gugatan tertanggal 21 November 2019 yang diupload di website PTUN Jakarta (sipp.ptun-jakarta-go-id), gugatan tersebut diajukan oleh Aliansi Jurnalis independen (AJI) dan Pembela kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet).
PTUN memutuskan tindakan keputusan Presiden dan Menkominfo memperlambat dan memutus akses internet di Papua adalah tindakan melanggar hukum. Presiden dan Menkominfo juga harus membayar biaya perkara sekitar Rp 457 ribu.
Namun, secara mencengangkan, banyak media – termasuk media besar bereputasi tinggi dan bahkan kantor berita internasional Reuters — pada 3 Juni siang memberitakan bahwa PTUN MEMERINTAHKAN JOKOWI MEMINTA MAAF SECARA TERBUKA kepada masyarakat Indonesia khususnya Papua dan Papua Barat.
Padahal dalam amar keputusan PTUN, tidak tercatat adanya kewajiban bagi Pemerintah untuk meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia.
Sejumlah mediaonline yang tercatat menyiarkan berita yang tidak akurat tersebut adalah: Kompas, CNNIndonesia, VIVA news, tempo, Merdeka, IdnTimes, Kata Data, Tribunnews, Warta Ekonomi, Warta kota, Antaranews, Radio Sonora, Waspada, Fajar, PojokSatu, Akurat, Alinea, Forum Keadilan, Suara Karya, Radar Bogor, Antaranews, Law-Justice dan beberapa media online lainnya.
Di hampir semua media online tersebut, kalimat ‘PTUN memerintahkan Pemerintah/Jokowi meminta maaf’ termuat di judul berita
2. Bila dibaca isi dokumen gugatan, AJI dan SAFEnet memang menuntut agar pemerintah meminta maaf secara terbuka di 3 media cetak nasional, 6 stasiun televise dan 3 stasiun radio. Namun dalam amar keputusan PTUN, tidak tercatat bahwa gugatan tersebut dikabulkan.
3. Pada 3 Juni malam, sebagian besar media online sudah menghapus berita salah tersebut dari lamannya. Jadi walau mesin pencari berita google masih menampilkan berita-berita tersebut dalam judul aslinya, ketika diklik linknya akan muncul pemberitahuan bahwa halaman berita tersebut sudah tidak bisa diakses. Atau ada pula media yang sekadar mengubah isi berita sehingga dalam versi barunya tidak lagi termuat informasi tentang adanya kewajiban bagi Jokowi meminta maaf.
4. Namun demikian, sampai 4 Juni pukul 08.00, media online Waspada, Fajar, PojokSatu, Akurat, Alinea, Forum Keadilan, Suara Karya, Radar Bogor, bahkan kantor berita Antaranews, Law-Justice masih menyajikan berita bahwa PTUN memerintahkan Jokowi minta maaf.
5. Sejauh yang diamati, setelah memuat revisi isi berita, media menampilkan catatan kecil bahwa telah terjadi kekeliruan dalam versi berita yang asli
6. Adapun media yang sejak awal sudah menegaskan bahwa kewajiban permintaan maaf tersebut tidak termuat dalam amar keputusan PTUN, adalah, antara lain: Kumparan
Sebagai KELOMPOK warga yang menyadari arti penting informasi dari media dalam kehidupan bermasyarakat, kami merasa prihatin dan heran bahwa banyak media bereputasi tinggi secara bersama-sama menyiarkan informasi yang salah tersebut.
Dalam pandangan kami, kesalahan pemberitaan tersebut tidak bersifat remeh, karena dapat berdampak pada kredibilitas pemerintah, menimbulkan ketegangan dalam masyarakat, dan menipisnya kepercayaan pada profesionalisme media.
Di sisi lain, kami khawatir bahwa memang ada pihak-pihak yang dengan sengaja berusaha memancing di air keruh, dengan memasok informasi yang salah pada para wartawan. Para penyebar kabar bohong ini nampaknya sangat memahami pola kerja wartawan media online yang menekankan kecepatan penyiaran berita yang berdampak pada kurang pekanya wartawan terhadap kebutuhan memverifikasi kebenaran informasi.
Mengingat ada banyak media yang nampaknya tertipu oleh informasi yang sama, kami khawatir bahwa pihak penyebar informasi yang menyesatkan tersebut adalah pihak yang memiliki kredibilitas tinggi di mata para wartawan.
Dengan demikian, kami ingin mengajukan permintaan berikut:
1. Meminta Dewan Pers melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mempelajari apa yang menyebabkan informasi yang salah itu bisa sampai dipercaya dan disebarkan oleh banyak media bereputasi tinggi di Indonesia.
2. Meminta Dewan Pers mengidentifikasi pihak-pihak yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong tersebut yang berpotensi menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat dan meruntuhkan kredibilitas pers di Indonesia.
3. Meminta Dewan Pers menjelaskan secara terbuka temuan yang diperoleh mengenai kasus kesalahan pemberitaan secara kolektif ini
4. Meminta Dewan Pers menetapkan prosedur standar professional pers agar kesalahan sama tidak berulang, dan bersama-sama komunitas pers membangun profesionalisme media yang berorientasi pada kepentingan publik.
5. Meminta media yang telah menyebarkan pemberitaan yang salah mengenai keputusan PTUN tersebut meminta maaf dan meralat berita tersebut secara terbuka.
6. Meminta kepada seluruh media bekerja secara profesional terutama dalam hal akurasi dan independensi, serta senantiasa bekerja berdasarkan fakta dan tidak berpihak kepada perorangan dan golongan.
Kami percaya Dewan Pers dapat melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga profesionalisme pers di Indonesia
Demikian pengaduan kami. Seandainya diperlukan untuk memberikan klarfikasi, kami bersedia untuk dipanggil bertemu dengan Dewan Pers.
Kami berharap pengaduan ini dapat direspons.
Kami yang mengajukan pengaduan
1. Ade Armando
2. Eko Kuntadi
3. Murtadha
4. Aalia Kika SM
5. Arief Rasyad
6. Ciko Parera
7. Erhulinawati I. Surbhakti
8. Slamet Abidin
9. ILo Sanr
10. Shafiq Pontoh
11. Prihadi Beni Waluyo
12. Ika Ardina