MATA INDONESIA, JAKARTA – Kejaksaan Agung menilai pencabutan aturan grasi dan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi alasan penghambat eksekusi hukuman mati.
Ada hampir 300 terpidana hukuman mati yang belum dieksekusi sampai akhir 2019. Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) M. Adi Toegarisman, eksekusi belum dilaksanakan karena hak hukum belum selesai.
“Putusan MK mencabut pasal 268 ayat 1 tentang pengajuan PK, serta UU Grasi membuat persoalan tidak berujung,” kata Adi dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin 30 Desember 2019.
Ia menjelaskan, aturan awal pengajuan grasi paling lama satu tahun setelah terpidana mendapat hukum tetap. Tapi, pasal ini kemudian dicabut oleh MK yang dinilai menjadi hambatan dalam penindakan.
“Sebagian besar terpidana yang belum dieksekusi adalah sebab dari perundang-undangan yang demikian,” ucapnya.
Seperti yang diketahui, eksekusi terhadap terpidana mati terakhir dilakukan pada bulan Juli 2016, terhadap 1 WNI dan 3 warga negara Nigeria dalam kasus peredaran narkoba.
Menurut Adi, jaksa agung tetap berkomitmen segera melakukan penindakan terhadap terpidana yang sudah bisa dan bebas dari hak hukum. (Maropindra Bagas/RyV)