MINEWS, JAKARTA – Nilai tukar rupiah diramalkan akan kembali ditutup menguat di akhir perdagangan Kamis 22 Agustus 2019.
Sebagai perbandingan rupiah pada akhir perdagangan Rabu 21 Agustus 2019, Rupiah tercatat di posisi Rp 14.240 per dolar Amerika Serikat (AS) atau naik 0,148 persen dari posisi penutupan perdagangan Selasa kemarin.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim pun meramalkan rupiah akan lanjutkan trend serupa pada perdagangan Kamis ini pada kisaran Rp 14.200 hingga Rp 14.300 per dolar AS.
Ibrahim mengatakan pelemahan rupiah masih akan disebabkan oleh sejumlah sentimen dari dalam dan luar negeri di antaranya sebagai berikut.
Pertama, investor melihat potensi pelonggaran moneter bank sentral AS The Federal Reserves (The Fed) dengan menurunkan suku bunga acuannya Fed Rate.
Sebab, tanda-tanda resesi ekonomi AS telah mengemuka beberapa waktu belakangan. Hal itu terlihat dari imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor pendek yang lebih tinggi dibanding obligasi bertenor panjang. Kondisi ini umum disebut inverted yield curve.
“Di dalam seminar Jackson Hole tahunan bank sentral akhir pekan ini, Powell akan memberikan pidato yang ditunggu-tunggu.Komentarnya menjadi perhatian khusus setelah inversi minggu lalu dari kurva imbal hasil AS, yang secara luas dianggap sebagai sinyal resesi,” kata Ibrahim, Rabu sore kemarin.
Kedua, dengan melambatnya ekonomi Jerman maka Bank Sentral Eropa pada bulan September kemungkinan akan melakukan kebijakan moneter disebabkan oleh perlambatan ekonomi akibat perang dagang dan BREXIT.
“Bundesbank mengatakan, ekonomi Jerman mungkin terus menyusut selama musim panas karena produksi industri menurun. Itu berarti ekonomi terbesar zona euro sekarang dalam resesi menyusul penurunan kuartal kedua yang dilaporkan minggu lalu. Resesi umumnya didefinisikan sebagai dua kuartal berturut-turut dari pertumbuhan negatif,†ujar Ibrahim.
Sementara dari dalam negeri penguatan Rupiah akan dibayangi oleh sikap investor yang menantikan rapat bulanan Bank Indonesia (BI) pada hari kamis ini yang akan menentukan suku bunga acuan. Bank Indonesia diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya pada 5,75 persen.
“Melihat kondisi saat ini BI diperkirakan akan berhati-hati dan menahan diri dari penurunan suku bunga sambil terus mengamati kondisi global akibat dari perang dagang yang kemungkinan masih akan terjadi sampai tahun 2020,†kata Ibrahim.