Jampiklim Yogyakarta Angkat Tema “Mewarnai Bumi, Menyambut Hari Tani”

Baca Juga

Mata Indonesia, Yogyakarta – Jaringan Masyarakat Peduli Iklim (Jampiklim) Yogyakarta kembali menggelar aksi rutin Jumat Wage dengan tema berbeda setiap bulan. Pada September ini, tema yang diangkat adalah “Mewarnai Bumi, Menyambut Hari Tani”.

Ketua Jampiklim, Titi Alfina, menjelaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap krisis iklim, tetapi juga menyoroti nasib petani yang hingga kini belum sejahtera. “Dalam aksi ini kami melakukan aktivitas menggambar dan mewarnai.

Beberapa sketsa sudah disiapkan untuk diwarnai, kemudian hasilnya akan didokumentasikan dan dilaporkan ke kementerian terkait sebagai dorongan kebijakan ramah lingkungan dan ekonomi hijau berkelanjutan,” jelasnya.

Bulan lalu, Jampiklim mengangkat tema sampah, merespons persoalan pengelolaan sampah di DIY yang masih bergantung pada TPA Piyungan. Menurut Titi, persoalan sampah menjadi bukti nyata lemahnya manajemen lingkungan di daerah.

Sementara itu, Indonesia saat ini menghadapi krisis iklim serius. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat anomali cuaca, dimana musim kemarau tetap diguyur hujan dari Mei hingga Oktober 2025.

Akibatnya, sejumlah wilayah seperti Jawa bagian barat dan tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Maluku, hingga Papua dilanda hujan lebat dan banjir, sementara daerah lain tetap mengalami kekeringan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga 14 September 2025 telah terjadi 24 bencana hidrometeorologi dan vulkanologi. Salah satu yang menyita perhatian publik adalah banjir di Bali yang menewaskan 18 orang per 16 September 2025.

Jampiklim Yogyakarta menyampaikan duka cita mendalam kepada para korban dan menegaskan bahwa krisis iklim harus direspon dengan langkah kebijakan yang tegas.

Koordinator Jampiklim Yogyakarta, Arami Kasih, menegaskan bahwa pemerintah pusat perlu mencabut regulasi yang merusak lingkungan.

Dua regulasi yang disorot adalah UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan UU Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara karena telah mengeksploitasi alam.

Ia juga meminta pemerintah meninjau kembali peraturan tentang tata ruang, kawasan strategis nasional, dan kawasan ekonomi khusus yang berpotensi merusak bentang alam dan lingkungan.

Pada level daerah, Jampiklim mendesak Pemda DIY meninjau kembali tata ruang daerah dan menghentikan pertambangan di kawasan Pegunungan Seribu, kaki Merapi, dan pesisir Sungai Progo.

Sedangkan pemerintah kota/kabupaten diminta lebih tegas menangani sampah plastik sekali pakai dengan penegakan sanksi. Jampiklim menegaskan bahwa krisis iklim hanya dapat diatasi melalui pendekatan terpadu dari pusat hingga daerah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

KUHAP Baru Perkuat Peran Advokat dan Modernisasi Sistem Peradilan Pidana Nasional

MataIndonesia, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi, Fachrizal Afandi, menilai hadirnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara...
- Advertisement -

Baca berita yang ini