MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Israel tengah bergerak maju dengan rencana pembangunan permukiman baru di daerah sensitif dekat Yerussalem Timur. Ini merupakan rencana yang dihidupkan kembali oleh Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu setelah secara efektif dibekukan oleh oposisi internasional.
Dalam situsnya, Otoritas Tanah Israel (ILA) membuka tender kepada para kontraktor untuk membangun 1,257 rumah di daerah Givat Hamatos. Tender sendiri akan berakhir pada 18 Januari 2020 atau dua hari sebelum Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Joe Biden dilantik, menggantikan Donald Trump –yang memberi dukungan penuh terhadap pembangunan permukiman Israel di tanah Palestina.
Juru Bicara Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh mengatakan bahwa permukiman ilegal di bawah hukum internasional merupakan bagian dari upaya Israel “untuk membunuh solusi dua negara yang didukung secara internasional.”
Para penentang mengatakan proyek tersebut akan memutuskan beberapa bagian Yerussalem Timur dari kota terdekat Palestina di Betlehem di Tepi Barat. Sedangkan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengaku khawatir dengan tender tersebut.
“Ini merupakan lokasi utama antara Yerussalem dan Betlehem di Tepi Barat yang diduduki. Setiap pembangunan permukiman akan menyebabkan kerusakan serius pada prospek Negara Palestina yang layak dan berdekatan,” kata Borrell, melansir Reuters, Senin, 16 November 2020.
ILA tidak secara detail mengumumkan tanggal dimulainya pembangunan permukiman tersebut. Sementara Peace Now, sebuah kelompok anti-permukiman Israel, menuduh pemerintah Netanyahu memanfaatkan minggu-minggu terakhir pemerintahan Trump untuk membangun permukiman ilegal di wilayah Givat Hamatos.
Biden yang sempat menjabat sebagai Wakil Presiden AS di bawah pemerintahan Barrack Obama dalam kunjungannya ke Israel dan Tepi Barat tahun 2010, secara terbuka mengecam Israel atas rencana membangun 1,600 rumah di permukiman Rahmat Shlomo.
Akan tetapi, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan Washington tidak lagi memandang permukiman Yahudi di daerah yang direbut dalam Perang Timur Tengah 1967 sebagai “hal yang tidak sesuai dengan hukum internasional.”
Sebagai catatan, Israel melancarkan Perang Enam Hari melawan Mesir, Yordania dan Suriah tahun 1967. Di mana saat itu Israel menguasai Pegunungan Sinai, Jalur Gaza, Tepi Barat, Dataran Tinggi Golan, dan Yerusalem Timur. Yerusalem Timur tidak secara resmi dianeksasi, namun terintegrasi ke dalam pemerintahan.
Hingga saat ini, Yerussalem menjadi penghalang bagi perdamaian Israel dan Palestina. Tahun 1980, Israel mengumumkan seluruh kota itu sebagai “kota abadi yang tak terpisahkan.” Setelah Yordania menyerahkan klaimnya kepada Tepi Barat dan Yerusalem Timur pada tahun 1988, negara bagian Palestina diproklamirkan. Palestina juga menyatakan secara teori, Yerusalem sebagai ibukotanya.