Ironis, Pemetik Buah di Australia Rentan Dieksploitasi

Baca Juga

MATA INDONESIA, CANBERRA – Para pemetik buah di Australia kini dapat tersenyum lebar. Pasalnya, Fair Works Commission (FWC) memutuskan akan menjamin upah minimum bagi para pemetik buah di Negeri Kanguru.

Para pemetik buah ini akan menerima bayaran senilai 25 dolar Australia per jam atau sekitar 264 ribu Rupiah. Fair Works Commission mengatakan bahwa para pemetik buah ini harus mendapatkan hak mereka dengan adil.

Lembaga tersebut juga menetapkan agar para pemetik buah tidak lagi dibayar dengan sistem ‘a piece rate’ atau diberi upah sesuai dengan berapa jumlah buah yang dipetik. Tentu saja, keputusan ini merupakan kemenangan bagi para pekerja yang dibayar rendah dan dieksploitasi.

Fair Works Commission menolak argumen industri, termasuk dari Federasi Petani Nasional bahwa membayar pekerja berdasarkan jumlah buah yang dipetik atau sayuran yang dipanen mendorong produktivitas.

“Ketentuan pekerja borongan yang ada dalam Penghargaan Hortikultura tidak sesuai untuk tujuan; mereka tidak menyediakan jaring pengaman minimum yang adil dan relevan seperti yang dipersyaratkan,” kata komisi itu dalam keputusannya, melansir Daily Mail.

Ini mengubah penghargaan untuk menetapkan batas minimum untuk pengaturan pembayaran borongan dan mengharuskan pengusaha untuk menyimpan catatan jam pemetik untuk memastikan pemantauan dan penegakan.

Fair Works Commission menemukan ketidakpatuhan yang meluas terhadap penghargaan tersebut dan mayoritas tenaga kerja migran sementara rentan terhadap eksploitasi.

Dikatakan upah borongan biasanya disajikan atas dasar ‘ambil atau tinggalkan’ daripada menjadi produk negosiasi yang tulus dengan pekerja. Bahkan, seringkali tidak ada kesepakatan pembayaran tertulis.

Mengakui beberapa pekerja borongan memperoleh lebih dari target rata-rata, lembaga tersebut mengatakan bahwa situasi keseluruhan adalah salah satu kekurangan pembayaran yang signifikan dibandingkan dengan tingkat penghargaan minimum.

“Pemetik buah di Australia telah dieksploitasi secara rutin dan sistematis dan dibayar rendah,” kata Sekretaris Nasional, Daniel Walton.

“Terlalu banyak petani yang mampu memanipulasi sistem upah borongan untuk menetapkan upah dan kondisi yang jauh di bawah standar Australia,” sambungnya.

Juru bicara Partai Buruh Tony Burke mengatakan beberapa pemetik buah hanya mendapat penghasilan sebesar 3 dolar Australia per jam atau sekitar 32 ribu Rupiah!

“Eksploitasi ini sekarang harus menjadi sesuatu dari masa lalu,” tegasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini