MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Direktur Intelijen Nasional AS, John Ratcliffe mengatakan, Cina adalah ancaman nyata dan terbesar bagi AS saat ini, juga ancaman terbesar bagi demokrasi dan kebebasan di seluruh dunia sejak Perang Dunia Kedua.
Hubungan kedua negara telah tenggelam ke titik terendah dalam beberapa dekade terakhir karena sederet masalah, seperti perdagangan, teknologi, keamanan, hak asasi manusia, dan terakhir virus corona. Analis mengatakan, fakta ini dapat membatasi ruang manuver pemerintahan Joe Biden yang akan datang untuk berurusan dengan Beijing.
“Intelijennya jelas: Beijing bermaksud untuk mendominasi AS dan seluruh planet secara ekonomi, militer dan teknologi,” kata John Ratcliffe dalam artikel opini di situs Wall Street Journal, melansir Reuters, Jumat, 4 Desember 2020.
Ratcliffe mengungkapkan bahwa Paman Sam mengalokasikan dana anggaran federal tahunan sebesar 85 miliar USD untuk badan intelijen demi meningkatkan fokus pada Cina. Ia menambahkan, pendekatan spionase ekonomi Cina ada tiga, yakni Rob, Replicate, dan Replace.
Ratcliffe menyinggung laporan yang dikumpulkan oleh badan intelijen AS bahwa perwakilan Cina berusaha mencampuri politik dalam negeri Washington. Ia juga menuduh Beijing telah mencuri teknologi pertahanan AS untuk mendorong rencana modernisasi militer agresif Presiden Xi Jinping.
Seorang juru bicara kedutaan besar Cina menepis komentar Ratcliffe yang dianggapnya mendistorsi fakta dan munafik. Ia mengatakan AS menunjukkan pola pikir Perang Dingin yang mengakar dan prasangka ideologis.