MATA INDONESIA, GAZA – Sekelompok perempuan Palestina dengan gangguan pendengaran atau tuna rungu menggunakan animasi stop motion untuk membuat film pendek guna mengedukasi anak-anak mengenai kondisi mereka.
Para perempuan tersebut mengatakan bahwa mereka memiliki sedikit pilihan karier, sehingga mereka berharap animasi dapat menjadi sumber penghasilan sekaligus alat advokasi.
Tak hanya itu, para perempuan Palestina ini juga membuat dua film pendek – satu mengenai bahasa isyarat dan satu lagi yang menganjurkan hak mereka untuk bekerja di Gaza, di mana angka pengangguran mencapai 49 persen.
Cerita-cerita itu, kata mereka, dimaksudkan untuk menginspirasi orang-orang yang mengalami gangguan pendengaran untuk mengejar tujuan mereka sendiri meskipun ada rintangan yang menghadang.
Proses animasinya sederhana: delapan sosok inspiratif ini mendesain karakter, menggambar di atas kertas, merekam film dengan kamera ponsel menggunakan aplikasi stop motion, dan rekan kerja tanpa gangguan pendengaran menambahkan efek suara.
Hiba Abu Jazar, perempuan berusia 27 tahun yang menikmati kartun sejak dia masih kecil, mengaku senang membuat filmnya sendiri dan mengajari orang lain untuk melakukan hal yang sama. Dia berharap keterampilan itu akan membantunya mendapatkan pekerjaan.
“Saya ingin mandiri dan membuat film agar bisa menghasilkan uang. Orang dengan gangguan pendengaran tidak memiliki pekerjaan dan tidak ada kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan,” kata Abu Jazar dalam bahasa isyarat melalui penerjemah di Pusat Pemuda Gaza Hemam –tempat pelatihan berlangsung, melansir Reuters.
Pelatih kelompok tersebut, Haneen Koraz, mengatakan bahwa proyek tersebut menawarkan cara kepada para perempuan dengan gangguan pendengaran untuk mempromosikan perjuangan mereka dan mengejar ambisi melalui seni dan kreativitas.
Menurut Biro Pusat Statistik Palestina, tahun 2018, sebanyak 29,4 persen kaum hawa di Gaza berpartisipasi dalam angkatan kerja, sementara tingkat pengangguran di kalangan perempuan mencapai 74,6 persen.
Untuk usia antara 15 hingga 29 tahun, tingkat pengangguran bahkan lebih tinggi, yaitu 88,1 persen. Meskipun ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja sebagai buruh selama setahun terakhir, masih banyak bidang yang lebih mengutamakan laki-laki.
Dalam kedokteran misalnya, ada 13,3 persen perempuan, sementara itu sekitar 59,2 persen dan 47,8 persen bekerja di bidang farmasi dan keperawatan. Persentase perempuan yang bekerja di bidang hukum adalah 23,4 persen. Di bidang pertanian, jumlahnya 6,5 persen. Sekitar dua pertiga perempuan bekerja di sektor swasta, dan tingkat kemiskinan di kalangan perempuan mencapai 53,8 persen.