Insentif Fiskal Dorong UMKM Naik Kelas dan Masuk Rantai Nilai Global

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) membutuhkan insentif fiskal yang dapat mendorong mereka masuk ke dalam rantai nilai global. Hal itu dikatakan oleh Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani.

Menurut dia, insentif fiskal tersebut juga dibutuhkan di samping kredit untuk membuat UMKM naik kelas. Selain itu, UMKM juga perlu mengembangkan model bisnis yang dapat dikaitkan dengan korporasi besar.

“Saya rasa fiskal lebih berperan dalam memperbaiki UMKM, karena masih banyak UMKM terlalu kecil jadi tidak bisa bersaing dan akibatnya dia cuma bisa berdagang di dalam saja,” katanya.

Ia mengatakan bahwa sebanyak 60 persen dari total UMKM yang berkontribusi hingga 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bergerak di sektor perdagangan.

Di tengah digitalisasi, UMKM yang berdagang tersebut pun akan saling bersaing dan membanting harga sehingga margin keuntungan semakin kecil.

“Dengan 60 persen UMKM bergerak di perdagangan, tidak akan naik kelas, bahkan bisa turun dengan margin yang semakin menurun. Jadi mungkin dari sisi UMKM sendiri membutuhkan kebijakan dari fiskal,” katanya.

Saat ini, insentif fiskal yang paling banyak digunakan oleh UMKM ialah subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Menurut Aviliani, penyaluran KUR mestinya diutamakan untuk UMKM sektor pertanian dan industri agar dapat masuk ke rantai nilai global, dan bukan ke UMKM perdagangan.

Sementara itu, terkait penyaluran kredit UMKM yang diwajibkan minimal 20 persen pada akhir Juni 2022 oleh Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23 Tahun 2021, Aviliani mengkhawatirkan dapat memicu kredit macet UMKM.

Menurut dia, sejak 2015 sampai 2019 kredit rata-rata tumbuh 9 persen atau lebih besar dari pertumbuhan UMKM yang berkisar antara 7 sampai 10 persen.

Pada 2021 sampai 2024, ia memperkirakan kredit baru bisa bertumbuh sekitar 3 sampai 5 persen karena permintaan masyarakat yang belum kembali normal.

“Jadi artinya di satu sisi kalau kita paksakan perbankan menyalurkan kredit sebesar itu, mungkin akhirnya bisa menjadi kredit macet. Bahkan sekarang data menunjukkan kredit macet UMKM sekitar 4 persen, lebih dari korporasi yang sekitar 3 persen,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Elemen Masyarakat Terima dan Hormati Hasil Pilkada 2024

Jakarta – Kepala Biro Humas dan Protokol MK, Pan Mohammad Faiz, menjelaskan bahwa langkah antisipasi telah diambil untuk mencegah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini