MATA INDONESIA, JAKARTA – Penyebaran Covid-19 yang mendunia hingga kini masih belum teratasi. Namun, tak menutup kemungkinan kelak wabah ini bisa dijinakan atau berubah dari pandemi menjadi endemi.
Menurut ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman, proses sebuah penyakit berubah dari pandemi ke endemi butuh yang tak singkat.
Ia menjelaskan bahwa status pandemi pada Covid-19 ini dapat dicabut, jika sebagian negara atau benua sudah bisa mengendalikannya pada level yang disebut terkendali.
“Misalnya test positivity rate-nya rata-rata sudah di bawah satu persen, angka kasus infeksinya satu per 10 juta atau satu per 1 juta, nah itu bisa dicabut,” katanya menukil merdeka, Selasa 24 Agustus 2021.
Namun, pencabutan status pandemi ini tak serta merta membuat wabah Covid-19 langsung pada endemi. Statusnya masih menjadi epidemi terlebih dahulu.
“Karena akan ada sebagian negara atau sebagian kawasan di dunia, kemungkinan Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang akan mengalami epidemi dari COVID-19,” ujarnya.
Jika seiring waktu negara-negara tersebut juga sudah bisa mengendalikan COVID-19, statusnya bisa menjadi endemi. Hal ini dapat ditandai dengan angka kasus di bawah lima persen, angka kematian satu persen, dan angka reproduksinya di bawah 1.
“Kapan? Ya sulit karena butuh kolaborasi regional, nasional, dan global. Jadi, kalau endemi itu penyakitnya ada terus di suatu wilayah namun sudah bisa dikendalikan. Dan menurut saya Covid-19 ini bisa ada di beberapa negara yang sanitasi lingkungannya kurang bagus,” katanya.
Untuk saat ini, Covid-19 masih di tahap pandemi karena merupakan penyakit baru dan manusia belum punya kekebalan dan imunitas untuk virus baru tersebut. Selain itu, virus yang dapat menyebabkan pandemi juga biasanya memiliki angka reproduksi setidaknya 1,4 atau di atas 1.
“Ini (Covid-19) untuk pertama kalinya menurut saya satu pandemi yang ada varian dengan angka reproduksinya sampai 8, tinggi sekali. 100 tahun lalu pun tidak setinggi ini, berbahaya banget,” ujarnya.