MINEWS, JAKARTA – Penolakan peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril beberapa waktu lalu memantik protes sejumlah elemen masyarakat, tak terkecuali Ombudsman RI. Lembaga pemantau kinerja pelayanan publik itu menilai Mahkamah Agung (MA) melakukan maladministrasi dalam putusan PK tersebut.
Tak terima dengan tudingan itu, melalui juru bicaranya Andi Samsan Nganro menyatakan pihaknya tak terima dengan pernyataan Ombudsman RI. “Kami tidak bisa menerima kalau dikatakan seperti itu, karena Perma Nomor 3 Tahun 2017 itu menyangkut bagaimana penegak hukum dalam hal ini hakim, bersikap dan beracara di dalam menghadapi perkara yang melibatkan perempuan,” ujar Andi di Gedung MA Jakarta, Senin 8 Juli 2019.
Kata dia, putusan PK Baiq Nuril sebagai terdakwa sama sekali tidak terkait dengan pelecehan seksual, melainkan Undang Undang ITE. Perma Nomor 3 Tahun 2017 itu hanya pedoman bagaimana MA, hakim, harus bersikap dalam menangani perkara yang melibatkan perempuan maka tidak boleh mendiskreditkan perempuan.
Andi menambahkan, putusan PK dengan terdakwa Baiq Nuril merupakan dakwaan tunggal yaitu Pasal 27 ayat 1 jo Pasal 45 ayat 1 UU ITE, yang mengatur tentang penyebaran atau pendistribusian informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. “Sehingga dapat dipidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar,” ujarnya.
Sementara perkara mengenai dugaan pelecehan seksual yang dialami Baiq Nuril, merupakan perkara tersendiri yang berkasnya tidak dilimpahkan ke pengadilan oleh Polda Nusa Tenggara Barat, karena tidak memiliki cukup bukti.
Sebelumnya pada tanggal 4 Juni 2019, MA melalui putusan dalam upaya hukum peninjauan kembali, menyatakan Baiq Nuril bersalah karena telah menyebarkan informasi atau dokumen elektronik dengan muatan yang melanggar kesusilaan. Putusan itu menegaskan Baiq Nuril tetap harus menjalani hukuman penjara selama enam bulan, dan diharuskan membayar denda sebesar Rp 500 juta.