MATA INDONESIA, JAKARTA – Puisi paling terkenal almarhum Sapardi Djoko Damono adalah “Hujan Bulan Juni.”
Berdasarkan bedah Puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono, makna puisi itu lebih banyak berkaitan dengan ketabahan dan kesabaran sebuah kasih sayang.
Pada larik kata “Tidak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni,” Sapardi menggambarkan hujan sebagai kasih sayang.
Sedangkan melalui kata itu, dia ingin menggambarkan soal ketabahan atau kesabaran dari hujan tidak turun ke bumi pada Bulan Juni.
Dalam kalender tahunan, Juni pada umumnya digambarkan sudah masuk musim kemarau sehingga mustahil hujan turun di bulan itu, sehingga mengandung makna tentang ketabahan, kesabaran seseorang untuk tidak menyampaikan sayang dan rindunya pada orang yang dicintainya.
Sedangkan, larik “Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni” digunakan Sapardi untuk menggambarkan bahwa dia mampu dengan ketabahannya menahan tidak menyampaikan sayang juga rindunya.
Sementara larik, “Dihapusnya jejak jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu” menggambarkan Sapardi ingin menghapus keraguan, prasangka jelek yang hinggap di hatinya dalam menanti orang yang dicintainya
Ada pun, pada larik “Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni” Sapardi ingin menggambarkan dia pandai menyimpan, menyembunyikan rasa sayangnya, rindunya pada orang yang dia cintai.
Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu”
Baca juga artikel kami
https://www.darus.id/2021/06/kita-yang-tak-setabah-bulan-juni.html
Iu