Industri Pengolahan Tembakau Berpotensi dapat Insentif dari Pemerintah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Industri hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) telah berkontribusi pada penerimaan negara meski di tengah pandemi.

Melihat hal tersebut Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai industri tembakau tersebut berpotensi mendapatkan insentif baik fiskal maupun nonfiskal dari pemerintah.

“Industri yang masih memiliki kinerja baik saat pandemi harusnya memang didukung, diberikan insentif oleh pemerintah, karena dampaknya akan lebih besar, kinerja perusahaan, serapan tenaga kerja makin meningkat, dan akhirnya pendapatan pajak yakni cukai ke negara makin tumbuh,” ujar Trubus di Jakarta.

Ia mengatakan pada akhir 2018 penerimaan cukai HPTL sebesar Rp 99 miliar, lalu melonjak menjadi Rp 427,01 miliar pada 2019, dan pada akhir 2020 lalu mencapai Rp 689 miliar.

Insentif untuk HPTL dapat berupa kebijakan cukai dan regulasi yang berbeda dari rokok konvensional, mengingat industri HPTL padat inovasi dan punya sifat pengurangan risiko.

Kerangka regulasi yang sesuai juga diperlukan untuk mendukung tumbuh kembang industri tersebut. Pemerintah bakal mengguyur sejumlah industri prioritas dengan insentif fiskal dan nonfiskal melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Hal itu seiring diundangkannya beleid turunan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Beberapa industri yang tidak termasuk prioritas turut memiliki kans yang sama untuk dapat insentif serupa.

Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), untuk bidang usaha yang tidak termasuk dalam Perpres 10/2021 tersebut, sepanjang memenuhi kriteria industri pionir sesuai PMK 130/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, juga bisa mendapat fasilitas pengurangan pajak.

Dalam beleid tersebut dijelaskan perusahaan bisa mendapatkan bebas PPh Badan sampai 100 persen selama lima tahun dengan nilai minimum penanaman modal baru Rp500 miliar.

Jangka waktu diberikan lebih lama untuk penanaman modal baru yang lebih tinggi, misalnya di atas Rp500 miliar bisa bebas PPh (pajak penghasilan) sampai tujuh tahun, dan yang paling tinggi bebas PPh sampai 20 tahun untuk penanaman modal baru lebih dari Rp 30 triliun.

Selain bidang usaha yang telah dicantumkan oleh PMK tersebut, industri lain juga bisa digolongkan sebagai industri pionir dengan catatan memenuhi kriteria skor kualitatif minimum 80 yang dinilai oleh BKPM.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Resmi Jadi Kader NasDem, Sutrisna Wibawa bakal Bersaing Ketat dengan Bupati Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, telah resmi bergabung sebagai kader Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini jelas memperkuat dinamika politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini