MATA INDONESIA, JAKARTA – Pengamat Ekonomi, Enny Sri Hartati mengatakan bahwa tantangan utama Indonesia dalam kesepakatan kerja sama The Regional Comprehesive Economic Partnership (RCEP) adalah daya saing.
Enny yang merupakan ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) juga sepakat dengan penandatanganan RCEP. Menurutnya, hal ini merupakan misi untuk mencari pasar baru, namun ia menggarisbawahi bahwa peningkatan daya saing dalam negeri perlu diperhatikan dengan serius.
“Karena hampir 70 persen yang diperdagangkan di dunia ini hampir 70 persen lebih adalah barang-barang industri,” ucap Enny Sri Hartati, Selasa, 16 Maret 2021.
Indonesia merupakan inisiator terciptanya RCEP, Enny mengatakan, maka sudah selayaknya Indonesia memperoleh kemudahan dan mendapat beragam manfaat dari kesepakatan tersebut.
“Ini sangat filosofis sekali. Indonesia harusnya mendapat keuntungan dari RCEP, karena Indonesia adalah inisiator. Saya melihat saat ini justru negara lain yang mendapat keuntungan,” tutur Enny.
Enny menambahkan, Indonesia perlu melanjutkan program peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam negeri. Hal lain yang juga perlu menjadi perhatian adalah terobosan teknologi untuk dunia industri melalui Program Industri 4.0.
Dengan meningkatnya kualitas SDM dan majunya teknologi, maka industri Tanah Air siap bersaing di pasar global, baik dalam kesepakatan RCEP atau kesepatan ekonomi lain.
Sebagai catatan, RCEP lahir untuk mengimbangi kekuatan Asia Timur China, Jepang dan lain-lain, serta untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional yang Berkualitas. Kesepakatan RCEP yang ditandatangani 15 November 2020 menjadi berita baik bagi kawasan ASEAN dan Asia.