MATA INDONESIA, MOSKOW – Sejak menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, biaya hidup di Rusia meroket. Kementerian Ekonomi Rusia bahkan mengatakan bahwa inflasi di negara itu telah melonjak 14,5 persen antara 12 Maret dan 18 Maret.
Layanan Statistik Negara Federal merilis sebuah laporan yang menilai indeks harga konsumen periode 12 – 18 Maret, dan menemukan bahwa harga barang-barang rumah tangga biasa dan makanan telah meningkat secara dramatis!
Harga gula, misalnya, melonjak rata-rata 13,8 persen, tetapi beberapa daerah mengalami kenaikan harga antara 24 dan 37 persen. Selain itu, bawang adalah komoditas yang paling terpengaruh kedua, naik rata-rata 13,7 persen.
Inflasi tertinggi terlihat untuk bawang di Rusia adalah 40,4 persen. Harga tomat dan pisang naik sekitar 8 persen. Sedangkan mentimun, mengalami penurunan harga sekitar 6 persen.
“Seperti tahun 2020, saya ingin meyakinkan warga kami sekarang: kami sepenuhnya menyediakan gula dan soba. Tidak perlu panik dan membeli barang-barang ini – ada cukup untuk semua orang,” kata Viktoria Abramchenko, Wakil Perdana Menteri Rusia, dalam pidato publik, melansir Global News.ca.
“Orang-orang berbagi tips tentang di mana mendapatkan gula. Ini gila,” kata Viktor Nazarov, seorang penduduk di Kota Saratov kepada The Guardian.
Walikota Saratov sempat mengumumkan akan mengadakan pasar khusus bagi warga setempat untuk membeli gula. Dan Nazarov mengungkapkan bahwa ia diinstruksikan oleh neneknya untuk menyimpan barang-barang pokok.
“Ini menyedihkan dan lucu. Rasanya seperti sebulan yang lalu baik-baik saja dan sekarang kita berbicara tentang tahun 1990-an lagi, membeli produk karena … kami takut mereka akan menghilang,” sambungnya.
Selain komoditas bahan pokok, harga pembalut naik 5 persen dan popok naik 4,4 persen. Harga mobil domestik naik 7,4 persen tetapi bensin mengalami sedikit penurunan, 0,1 persen.
Krisis ekonomi Rusia dimulai setelah invasinya ke Ukraina, ketika negara-negara Barat dengan cepat menjatuhkan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mata uang Rusia, Rubel, bahkan turun sekitar 30 persen terhadap USD setelah beberapa bank Rusia dilarang menggunakan sistem pembayaran internasional SWIFT.
Nilai tukar rubel stabil setelah bank sentral Rusia hampir menggandakan suku bunganya menjadi 20 persen, tetapi Rubel masih turun 22 persen jika dibandingkan dengan sebelum invasi ke Ukraina.