Home News Ilmuwan Berhijab Ini Temukan Alat Pendeteksi Infeksi dari Bakteri

Ilmuwan Berhijab Ini Temukan Alat Pendeteksi Infeksi dari Bakteri

0
302

MINEWS, JAKARTA-Seorang wanita muslim ahli nanoteknologi, Dr Fatima Al-Zahraa Al-Atraktchi menemukan alat baru yang dapat mendengarkan komunikasi di antara bakteri. Hal tersebut dapat membantu mengekang resistensi antibiotik, dan secara akurat mendiagnosis sekelompok penyakit dalam hitungan detik.

Ilmuan berhijab ini mampu menciptakan alat dengan mengembangkan sensor yang dapat mendeteksi infeksi bakteri yang bermasalah bagi orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu.

Lewat teknologi ini, dirinya dapat membuat diagnosis dalam waktu 30 detik. Untuk itu ia berharap penemuan ini memungkinkan dokter untuk meresepkan obat tertentu secara langsung dan mengurangi penggunaan perawatan intensif atau menebak.

Penemuan Fatima ini masih dalam pengembangan, dapat digunakan untuk mendiagnosis semuanya mulai dari infeksi saluran kemih hingga infeksi paru-paru pada pasien fibrosis kistik. Tes terobosan ini bekerja dengan menerjemahkan percakapan yang dimiliki bakteri sebelum mereka berkoloni dan menyerang.

Para peneliti menyoroti bahwa pengujian standar saat ini dapat memakan waktu hingga berhari-hari untuk menghasilkan hasil dan mengarah pada diagnosis. Hal ini mendorong dokter untuk meresepkan antibiotik sebelumnya, memicu resistensi obat yang dicap sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan global.

Metode standar lama ini sangat memboroskan sumber daya. Hipotesisnya adalah jika kita mengetahui bakteri yang tepat, kita dapat menargetkan pengobatan dan mengurangi jumlah antibiotik yang digunakan per pasien.

Faktanya, Bakteri berkomunikasi dengan mengeluarkan molekul. Ketika ada akumulasi besar molekul-molekul ini, itu menandakan kepada bakteri bahwa mereka tidak sendirian.

Berkat terobosan ilmiahnya, ibu dari dua anak ini menerima salah satu penghargaan bakat penelitian Yayasan Lundbeck untuk para ilmuwan di bawah 30 tahun. Fatima sendiri merupakan wanita muslim yang lahir di Kuwait dari orangtua Lebanon dan Irak. Ia meraih gelar Ph.D dan sertifikasi dalam fisika serta nanoteknologi di Technical University of Denmark pada Januari 2018.