MATA INDONESIA, KABUL – Taliban resmi mengeluarkan dekrit yang melarang berbagai jenis tanaman narkotika, termasuk bunga poppy. Usai kembali berkuasa pada 15 Agustus 2021, Taliban tampaknya mencoba meredakan kekhawatiran internasional mengenai pengendalian narkoba di negara tersebut.
Nama Afghanistan terlanjur lekat sebagai negara pemasok opium ilegal terbesar di dunia. Berdasarkan data yang terkumpul, potensi produksi opium di Afghanistan diperkirakan mencapai 6.300 ton.
Budidaya opium juga merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak petani miskin di Afghanistan. Produksi opium Afghanistan – yang diperkirakan PBB bernilai 1,4 miliar USD pada puncaknya tahun 2017.
“Sesuai dengan keputusan pemimpin tertinggi Imarah Islam Afghanistan, semua warga Afghanistan diberitahu bahwa mulai sekarang, penanaman opium telah dilarang keras di seluruh negeri,” kata pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhunzada, melansir Al Jazeera, Senin, 4 April 2022.
“Jika ada yang melanggar keputusan tersebut, tanaman akan segera dimusnahkan dan pelanggarnya akan diperlakukan sesuai dengan hukum Syariah,” tambahnya pada konferensi pers di ibu kota, Kabul.
Dalam dekrit tersebut juga ditegaskan bahwa produksi, penggunaan, atau pengangkutan narkotika lain juga dilarang.
Pengendalian narkoba telah menjadi salah satu tuntutan utama masyarakat internasional kepada Taliban yang saat ini sedang mencari pengakuan internasional untuk mengurangi sanksi yang sangat menghambat perbankan, bisnis, dan pembangunan.
Dengan membawa hasil yang lebih cepat dan lebih tinggi daripada tanaman legal seperti gandum, budidaya opium poppy menjadi cara bagi petani di wilayah tenggara Afghanistan untuk bertahan hidup di tengah situasi ekonomi yang mengerikan.
Seorang petani di Helmand yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan dalam beberapa pekan terakhir harga opium naik lebih dari dua kali lipat karena rumor bahwa Taliban akan melarang penanamannya. Namun ia perlu menanam opium untuk menghidupi keluarganya.
“Hanya tanaman lain yang tidak menguntungkan,” katanya.
Ekonomi Afghanistan terjun bebas karena negara itu menghadapi krisis kemanusiaan yang mengerikan dengan sekitar 23 juta orang berjuang dengan kekurangan pangan akut, menurut PBB.
Pada pekan lalu, Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan beberapa warga Afghanistan telah terpaksa menjual anak-anak mereka dan bagian tubuh mereka demi mendapatkan uang untuk makanan.