Mata Indonesia, Yogyakarta – Hilangnya mandatory spending dalam UU kesehatan yang baru adalah kemunduran dalam pandangan Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana.
Selama ini di daerah berusaha memenuhi mandatory spending dalam urusan kesehatan ini dengan tidak mudah karena harus memprioritaskan pemenuhan anggaran 10 persen untuk kesehatan dalam APBD dan hal tersebut dijadikan evaluasi.
“Anggaran daerah selalu terbatas dibandingkan kebutuhan program yang harus dilakukan, adanya mandatory spending membuat berbagai program di bidang kesehatan mesti jadi prioritas lebih hingga angka 10 persen tersebut,” ujar Huda.
Huda menambahkan, saat ini permasalahan kesehatan masih cukup banyak, seperti stunting, penjaminan kesehatan, akses kesehatan disabilitas, pemenuhan fasilitas kesehatan dsb. Dengan ada mandatory spending saja basih banyak yang belum tercover, apalagi jika mandatory spending dicabut.
Pemenuhan anggaran kesehatan hanya akan bergantung pada komitmen kepala daerah dan DPRD di berbagai wilayah Indonesia. Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta kami yakin dan berusaha akan tetap baik, tetapi belum tentu daerah lain akan sama, melihat betapa besarnya kebutuhan program yang ada dibandingkan anggaran yang tersedia.
“Tidak dapat dipungkiri, pengalaman saya hampir 20 tahun menjadi anggota dewan di daerah, adanya mandatory spending sangat berpengaruh terhadap prioritas penganggaran. Hal ini sama dengan bidang pendidikan yang di wajibkan 20 persen APBD,” imbuhnya.
“Kami di DIY akan berusaha tetap menjadikan sektor kesehatan menjadi prioritas penganggaran agar pelayanan dan pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat di DIY berjalan baik dan berkualitas meskipun mandatory spending dihapus dalam UU kesehatan yang baru, tandasnya.