MATA INDONESIA, NEW YORK – Harga minyak dunia anjlok lebih dari tiga persen pada akhir perdagangan Kamis waktu setempat (Jumat pagi 2 September 2022 WIB).
Kondisi ini lantaran menguatnya mata uang dolar AS. Selain itu faktor lainnya Cina akan melakukan tindakan lockdown kembali setelah penyebaran Covid-19 semakin meluas. Dua faktor ini menambah kekhawatiran inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga akan mengurangi permintaan bahan bakar.
Mengutip Antara, Jumat, 2 September 2022, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober kehilangan USD 2,94 atau 3,3 persen. Menjadi USD 86,61 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November jatuh USD 3,28 atau 3,4 persen, menjadi USD92,36 per barel di London ICE Futures Exchange. Kekhawatiran ekonomi global yang melambat akan mengurangi permintaan bahan bakar terus membebani pasar.
Aktivitas pabrik Asia merosot pada Agustus 2022 karena lockwodn di beberapa wilayah di Cina. Pusat teknologi Tiongkok Selatan, Shenzhen, memperketat pembatasan covid-19 karena kasus terus meningkat. Acara besar dan hiburan dalam ruangan tertunda selama tiga hari di distrik terpadat di kota itu, Baoan.
Kenaikan tajam dalam dolar AS juga menghadirkan hambatan. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, melonjak 0,92 persen menjadi 109,6930 pada akhir perdagangan. Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.
Indeks dolar mencapai level tertinggi 20 tahun setelah data AS menunjukkan ekonomi yang kuat, memberi Federal Reserve lebih banyak ruang untuk menaikkan suku bunga. Greenback yang lebih kuat membuat minyak yang dihargakan dalam dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
“Tiongkok melakukan putaran penguncian covid lainnya di terminal ekspor utama,” kata Wakil Presiden Senior BOK Financial Dennis Kissler.
Pedagang juga mencerna data stok bahan bakar AS. Badan Informasi Energi AS melaporkan persediaan minyak mentah negara itu turun 3,3 juta barel selama pekan yang berakhir 26 Agustus. Analis yang disurvei oleh S&P Global Commodity Insights memperkirakan penurunan 1,9 juta barel dalam pasokan minyak mentah AS.