Gara-Gara Hoax, Warga Dua Dusun Lampung Tengah Terlibat Tawuran

Baca Juga

MINEWS.ID, BANDARLAMPUNG – Jangan sepelekan penyebaran hoax, sebab warga di dua dusun Lampung Tengah merugi karenanya. Mereka terlibat tawuran dan babak belur hanya karena informasi palsu tersebut.

Kabid Humas Polda Lampung AKBP Zahwani Pandra Arsyad di Bandarlampung, Sabtu 18 Mei 2019 menjelaskan pemicunya beberapa minggu lalu saat tiga orang warga Dusun Sari Agung, Kecamatan Gunung Subuh, Lampung Tengah dianiaya orang tak dikenal.

Beredar kabar yang menganiaya warga Sari Agung adalah warga Dusun 3 Sungai Raya. Padahal sebagai dusun yang bertetangga warganya saling mengenal.

Pada Jum’at malam sekitar pukul 22.00 WIB, warga Dusun 3 yang mengenal baik korban berniat menjenguknya beramai-ramai.

Karena hoax tadi, warga Dusun Sari Agung justru memahami kehadiran tetangga dusunnya tersebut sebagai upaya penyerangan.

“Karena informasi hoaks itu sehingga keduanya salah paham. Akhirnya terjadi bentrok dan saling lempar batu,” kata Pandra.

Akibatnya, justru bertambah lagi korban sebanyak dua orang. Beruntung mereka hanya mengalami luka ringan, tidak ada yang terluka berat atau meninggal dunia.

Untuk melerai, seperti dilansir antara terpaksa melibatkan TNI dan Polri. Warga kedua dusun baru bisa didamaikan pada Sabtu 18 Mei 2019 pukul 03.00 WIB. Perwakilan dusun itu telah menandatangani surat perdamaian satu sama lain dengan beberapa perjanjian.

Barulah mereka mengetahui telah berkelahi untuk hal yang sia-sia. Untuk mengantisipasi bentrokan susulan aparat keamanan masih berjaga-jaga hingga kini.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini