MATA INDONESIA, JAKARTA – Ganja belum bisa disebut sebagai obat utama jika masih berbentuk tanaman.
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati mengatakan, ganja memang mengandung senyawa yang bisa memberi efek antikejang.
“Jika sudah berbentuk obat, memenuhi standarisasi, dan dosisnya sudah ditentukan, hal itu baru boleh dilegalkan. Itupun harus berdasarkan kententuan dan resgitrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” ujar Zullies dalam sebuah wawancara, Sabtu 2 Juli 2022.
Dia menegaskan ganja medis bukanlah obat satu-satunya yang mampu mengatasi kejang pada tubuh seseorang.
Makanya, selama ini ganja medis hanya boleh digunakan sebagai alternatif, jika obat lain tidak membawa dampak positif bagi pasien.
Menurut Zullies, di Amerika Serikat persetujuan untuk menggunakan obat berbahan ganja itu juga ada catatannya.
Pemberiannya kepada mereka yang sudah tidak merespon dengan baik terhadap obat lain yang tidak mengefek ke tubuh.
Dengan begitu, ditegaskannya, penggunaan ganja medis tetap harus dengan resep dokter, tidak boleh bebas sebagaimana obat herbal pada umumnya.