MATA INDONESIA, JAKARTA – Ahli virus drh. Moh Indro Cahyono memberikan pencerahan soal penyebaran wabah corona (COVID-19). Menurutnya, secara geografis Indonesia dilalui garis khatulistiwa sehingga beriklim tropis.
Hal tersebut membuat negara ini sedikit tertolong dalam menghadapi pandemi corona.
“Angka kematian Indonesia mirip dengan negara-negara tropis lainnya seperti Ekuador maupun Colombia, hanya berkisar di angka ratusan. Sementara negara yang beriklim lebih dingin seperti Italia maupun Amerika Serikat (AS) angka kematiannya sudah mencapai ribuan,” ujarnya kepada Mata Indonesia saat diwawancarai via aplikasi skype, Selasa 14 April 2020.
Indro pun mengutarakan alasan mengapa angka kematian akibat corona di negara tropis cenderung lebih sedikit dibanding negara yang beriklim subtropis maupun dingin.
Salah satu penyebabnya karena suhu di Indonesia berkisar dari 26-30 derajat celcius dan lebih kering. Sementara negara-negara di Eropa maupun AS suhunya berada di bawah 26 derajat celcius dan cenderung lebih lembab dan basah.
“Dengan suhu demikian, virus corona cuma bisa bertahan selama 3 menit. Namun agar lebih aman biasakan mencuci tangan dengan sabun karena ini menjadi strategi yang ampuh untuk membunuh virus tersebut,” kata sosok yang juga berprofesi sebagai dokter hewan ini.
Selain itu, skala paparan sinar matahari atau Ultra Violet (UV) di Indonesia saat ini berkisar dari 7-10. Hal ini membuat virus corona tak bisa bertahan lama karena akan mengering dan mati.
“Kalau negara-negara di Eropa dan AS memiliki skala UV di bawah 7 dan cenderung lembab. Ini membuat virusnya bisa bertahan hidup lebih lama dan penyebarannya juga makin cepat,” ujarnya.
Ia pun menganjurkan agar masyarakat tak perlu panik berlebihan atas wabah ini. Asalkan setiap orang selalu rajin mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak. Maka lambat laun virus ini akan berlalu dan suasana akan kembali normal seperti sedia kala.
Sebagai informasi, hingga Selasa ini jumlah pasien corona yang meninggal di Indonesia mencapai 459 orang. Selanjutnya di Equador dan Colombia masing-masing sebanyak 355 orang dan 112 orang.
Sementara di AS dan Italia masing-masing sebesar 23.649 orang dan 20.465 orang.