Gagal Juarai BWF World Tour Final, Hendra/Ahsan Takluk Lewat Straight Games

Baca Juga

MATAINDONESIA, INTERNASIONAL – Pasangan ganda putra Indonesia, Mohammad Ahsan/ Hendra Setiawan harus mengakui kehebatan pasangan ganda putra asal Taiwan, Wang Chi-Lin/ Lee Yang lewat straight games di partai pamungkas BWF World Tour Final 2020.

Kekalahan Ahsan/Hendra ini sekaligus membuat Indonesia gagal meraih medali di kompetisi bergengsi super 1000.

Pada partai final yang digelar Bangkok, Thailand itu, the Daddies –julukan pasangan Mohammad Ahsan/ Hendra Setiawan, takluk lewat straight games 21-17 dan 23-21 dalam kurun waktu 37 menit.

Sejak babak pertama pasangan Ahsan/ Hendra sulit menaklukkan pasangan Chi Lin/ Lee Yang. Pasangan asal Taiwan yang sebelumnya menjuarai dua kali gelaran Thailand Open 2021 itu terus leading pada game pertama.

Sementara pada game kedua, pasangan Ahsan/ Hendra mengubah pertandingan. The Daddies seolah tak membiarkan Chi-Lin/ Lee Yang meraih angka. Di game kedua pula, kejar-kejaran angka terjadi.

Ya, pasangan Ahsan/ Hendra seolah ingin membayar kegagalan di babak pertama. Meski, sempat tertinggal, pasangan Ahsan/Hendra tak membiarkan tertinggal jauh. Sayang, Dewi Fortuna sedang tak menaungi pasangan andalan Indonesia.

Game kedua tetap menjadi pasangan Wang Chi-Lin/Lee Yang lewat skor 23-21. Wang Chi-Lin/Lee Yang pun berhak untuk podium pertama partai final BWF World Tour Final 2020.

Sebelumnya, di Yonex Thailand Open 2021, pasangan Taiwan ini sukses meraih gelar usai mengalahkan pasangan ganda putra independen Malaysia Goh V Shem/Tan Wee Kiong di partai final dalam pertandingan rubber game dengan skor akhir 21-16, 21-23, 21-19.

Wang Chi-Lin/ Lee Yang kembali mengulang sukses mereka di final Toyota Thailand Open 2021, dimana kali ini wakil Malaysia lainnya yakni Aaron Chia/Soh Wooi Yik yang menjadi “korban” mereka dalam pertandingan straight games dengan skor 21-13, 21-18.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini