Minews.id, Kota Kupang – Amerika Serikat telah menetapkan tarif impor atau bea masuk sebesar 32 persen terhadap produk-produk buatan Indonesia. Hal ini tentunya akan berdampak pada perekonomian Indonesia termasuk mempengaruhi nasib para buruh.
Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) NTT Yoppy Sartian Banoet,S.Pd menyampaikan bahwa dirinya sangat prihatin terhadap dampak penerapan tarif impor dari Amerika Serikat yang diyakini akan memicu gelombang PHK kedua di Indonesia.
“Saya memperkirakan hingga 50 ribu buruh Indonesia yang tersebar di 38 Provinsi salah satunya adalah provinsi NTT akan terkena dampak negatif dari kebijakan ini dalam kurun waktu tiga bulan ke depan,” ujarnya kepada minews.id, 9 April 2025.
Yoppy menambahkan bahwa kenaikan tarif impor 32% akan membuat barang produksi Indonesia menjadi lebih mahal di pasar Amerika Serikat, sehingga perusahaan-perusahaan akan kesulitan bersaing dan berpotensi melakukan PHK.
Tak hanya itu, dirinya memperkirakan kenaikan tarif impor dari Amerika Serikat akan berdampak signifikan pada pelaku usaha kecil-menengah (UKM) di NTT, khususnya yang melakukan ekspor ke AS atau memiliki rantai pasok yang terlibat dalam perdagangan internasional.
“UKM akan mengalami penurunan daya saing karena kenaikan biaya produksi dan potensi penurunan keuntungan,” katanya.
Sosok yang juga menjabat sebagai Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) NTT ini juga menjabarkan terkait dampak ikutan dari penerapan tarif tersebut yaitu bakal terjadi penurunan daya saing, di mana kenaikan tarif impor akan meningkatkan harga produk Indonesia di pasar AS. Sehingga UKM akan menjadi kurang kompetitif dibandingkan dengan produsen dari negara lain yang tidak dikenai tarif tinggi.
Selain itu, bakal terjadi potensi penurunan keuntungan. Sebab kenaikan biaya produksi akibat tarif impor dapat mengurangi margin keuntungan yang diperoleh UKM.
“Jika UKM tidak mampu menekan biaya produksi atau menaikkan harga jual, maka keuntungan mereka akan berkurang,” ujarnya.
Lalu akan menyebabkan terjadinya keterbatasan akses pasar, di mana kenaikan tarif impor dapat membuat UKM lebih sulit untuk mengakses pasar AS, terutama bagi produk yang sudah memiliki harga kompetitif.
Yoppy yang juga menjabat sebagai Sekretaris Partai Buruh NTT juga menambahkan bahwa dampak lain yang akan terjadi yaitu akan ada peningkatan biaya logistik. Di mana, tarif impor juga dapat meningkatkan biaya logistik, seperti biaya pengiriman dan asuransi, sehingga UKM akan mengalami kenaikan biaya produksi secara keseluruhan.
” Selain itu, akan berdampak pada rantai pasok. Di mana, kenaikan tarif impor dapat berdampak pada rantai pasok UKM, terutama jika mereka menggunakan bahan baku atau komponen impor. Kenaikan harga bahan baku akan meningkatkan biaya produksi,” katanya.
Dirinya pun berharap agar Pemerintah Provinsi NTT harus sigap menghadapi dinamika ini agar kesejahteraan buruh di NTT tetap diperhatikan.
“Pemerintah Provinsi NTT Harus segera Membentuk Satgas PHK,” ujarnya.
Yoppy juga menegaskan bahwa pihaknya akan segera mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkret mengantisipasi dampak kebijakan tarif impor AS.
“Seperti memberikan bantuan kepada buruh yang terkena PHK dan memberikan dukungan kepada perusahaan untuk tetap bertahan. Kami juga mengajak seluruh pihak, termasuk buruh dan pengusaha, untuk bersatu menghadapi tantangan ini,” katanya.