Fintech Jadi Sumber Pendanaan Alternatif UMKM

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Perkembangan infrastruktur financial technolog(fintech) sangat meningkat dengan cepat. Sudah seharusnya regulasi yang mengaturpun mengikuti semua perkembangan fintech.

Pemerintah berencana membuat regulasi yang adaptif terhadap perkembangan fintech. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan mengatur berbagai hal fintech dalam rancangan undang-undang untuk pengembangan dan penguatan sektor keuangan (RUU P2SK).

“Sektor fintech menjadi salah satu bagian RUU. Di dalam RUU ini tentu akan ada pembahasan definisi dan ruang lingkup fintech. Badan hukum penyelenggara fintech, pengaturan dan pengawasan, koordinasi pengaturan pengawasan dan pengembangan fintech. Dan perizinan asosiasi fintech serta perlindungan konsumen,” ujarnya.

Bahkan ke depan, istilah fintech akan berubah menjadi inovasi teknologi sektor keuangan. Dengan pemikiran, agar bisa mencakup kegiatan di dalam industri yang cukup luas. Menurut Sri Mulyani, jika digital teknologi memberikan konsekuensi, risiko, dan tantangan yang tidak mudah.

Apa saja tantangannya? Menurut Sri Mulyani, risiko itu mulai terkait privasi data, kerugian finansial, penipuan, dan exclusion, yaitu mereka yang tidak cakap secara digital menjadi objek yang sangat mudah untuk di eksploitasi.

Terlihat jika selama periode 2018 hingga 2021, Satgas Waspada Investasi menutup sebanyak 3.365 pinjaman online ilegal di Indonesia. “Data ini mencerminkan bahwa tantangan nyata bagi para pelaku industri-industri yang memiliki komitmen untuk terus menjaga industrinya menjadi baik dan dari sisi regulator,” ujar Menkeu.

Menurut Sri Mulyani, berbagai kemudahan yang ditawarkan teknologi digital harus diikuti dengan pengaturan dan pengawasan yang sesuai dengan tetap melindungi konsumen. Namun ini dengan tidak mengkerdilkan industri fintech. “Harapannya, RUU P2SK mampu membantu mewujudkan kebutuhan tersebut,” ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, perusahaan teknologi finansial berperan penting untuk menciptakan pembangunan yang lebih merata di Indonesia. “Fintech memberikan suatu kesempatan untuk terjadinya pembangunan yang demokratis dan makin merata,” ujar Sri Mulyani.

Harus diakui dengan keberadaan fintech, para pelaku usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM) di berbagai wilayah tanah air bisa mendapatkan pendanaan secara mudah. Menyusul, ketentuan syarat maupun proses pencairan yang lebih efisien dan mudah. Mereka bisa mendapatkan sumber pendanaan alternatif, karena prosedurnya dianggap sangat singkat, sederhana, dan mudah.

Jangkauan

Sri Mulyani berharap, lembaga fintech mampu memperluas jangkauan pendanaan bagi pelaku UMKM di berbagai wilayah Indonesia. Dengan begitu, diharapkan mampu mengembangkan bisnis UMKM domestik di tengah pandemi Covid-19.

Berdasarkan data transaksi fintech Indonesia pada 2021, yang mencapai USD37,1 miliar dari yang sebelumnya USD32,3 milliar pada 2020. Layanan bisnis fintech kebanyakan bergerak di payment dan fintech lending dan menjadi bisnis fintech yang mendominasi.

Menteri Koperasi dan UKM RI Teten Masduki mengatakan, pembiayaan akan lebih efektif jika diikuti dengan digitalisasi. Bahkan, digitalisasi dan fintech dapat mengurangi financial gap sebagai media percepatan perluasan akses pembiayaan UMKM.

Menurut Teten, terjadinya financial gap UMKM di Indonesia sebesar Rp1.500 triliun, karena belum mampu tersentuh dukungan pembiayaan dari perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. “Besarnya nilai financial gap tersebut, mendorong tumbuhnya inovasi digital yang semakin berkembang pesat,” ujarnya dalam diskusi virtual, Sabtu (11/12/2021).

Penyebab terjadinya financial gap adalah pertama, kurangnya literasi keuangan karena UMKM biasanya tidak masuk audit lembaga perbankan. Kedua, minim menggunakan teknologi, dan asetnya tidak dijamin.

Selain itu, menurut Teten Masduki, adanya asimetris informasi yang berujung pada terjadinya credit rationing dari bank. Rasionalisasi kredit menyebabkan banyak pelaku UMKM yang punya beban biaya pembiayaan tinggi oleh bank, untuk mengantisipasi potensi default dari debitur.

Ketiga, adanya kondisi karakter pembiayaan UMKM yang selama ini banyak tapi tersebar kecil-kecil serta meningkatnya monitoring cost perbankan untuk mengawasi pembiayaan granular, sehingga mengurangi efisiensi lembaga keuangan.

Teten menuturkan, Indonesia merupakan salah satu negara terbesar dalam hal market size transaksi fintech Indonesia yang menunjukkan tren positif setiap tahunnya. “Dengan potensi tersebut, kami terus mempercepat UMKM onboarding ke dalam ekosistem digital. Saat ini, telah mencapai 16,4 juta UMKM yang sudah onboarding,” katanya.

Ekosistem keuangan digital perlu ada dukungan agar terciptanya rasa aman bagi pelaku UMKM. “Kami akan terus memperkuat kolaborasi kepada semua pihak demi tumbuh-kembangnya keuangan digital yang lebih akselerasi dan menyeluruh,” ujar Menkop UKM.

Dalam kesempatan The 3rd Indonesia Fintech Summit (IFS) 2021 di Nusa Dua, Bali, pemerintah dan asosiasi sepakat untuk terus mendongkrak inklusi keuangan, agar semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan fintech, sementara di sisi lain juga meningkatkan literasi keuangan digital.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Peningkatan Infrastruktur di Bali Bukti Komitmen Indonesia Siap Selenggarakan WWF 2024

World Water Forum Ke-10 di Bali pada 18-24 Mei 2024 diharapkan akan menghasilkan berbagai solusi masalah air termasuk sanitasi...
- Advertisement -

Baca berita yang ini