Mata Indonesia, Jakarta – Siapa yang tak akan menjerit hati dan pikirannya ketika dijatuhi hukuman mati oleh Hakim. Denyut penyesalan, dan tundukan lesu sudah tak lagi berarti. Itulah yang keliatannya dialami Ferdy Sambo saat divonis hukuman mati atas pembunuhan berencana Brigadir Yosua dan perintangan penyidikan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/02).
Istrinya, Putri Candrawathi, yang juga terlibat dalam kasus pembunuhan ini, divonis 20 tahun penjara atas keterlibatannya dalam pembunuhan tersebut.
Sementara sopir keluarga mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, yang dinyatakan bersalah lantaran turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, di jatuhkan pidana 15 tahun penjara.
Ketiganya dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat serta melakukan pembunuhan berencana pada Yosua. Vonis ketiganya lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Terdakwa Ferdy Sambo, yang dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan. Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan JPU dengan hukuman penjara seumur hidup.
Yang memberatkan Ferdy, antara lain: pembunuhan itu dilakukan kepada ajudannya sendiri. Perbuatan itu mengakibatkan luka yang mendalam kepada keluarga Yosua serta kegaduhan yang meluas di masyarakat.
Majelis hakim menilai perbuatan Ferdy tidak sepantasnya dilakukan sebagai aparat penegak hukum dan pejabat utama Polri, yaitu Kadiv Propam Polri yang sesungguhnya menjadi “polisinya polisi”, dinilai telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional.
Selain itu menurut majelis hakim, Ferdy Sambo “berbelit-belit saat memberikan keterangan di persidangan dan tidak mengakui perbuatannya”. Akhirul kalam, Majelis hakim menilai tidak ada hal yang meringankan hukuman Ferdy.
Ibu kandung Yosua, Rosti Simanjuntak menangis ketika mendengar vonis Sambo. Ia hanya mengucapkan “Terima kasih dan bersyukur.”