Enam Pilihan Kombinasi Boosting untuk Vaksinasi Covid-19

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Vaksin booster itu perlu. Di tengah ledakan baru Covid-19 yang dibangkitkan oleh varian Omicron, Organisasi Kesehatan Dunia WHO merekomendasikan perlunya dilakukan suntikan vaksin penguat (booster) yang terbukti dapat memberikan perlindungan ekstra, termasuk dari ancaman Omicron.

Dengan vaksin booster tersebut, orang akan menghadapi risiko yang lebih kecil baik dari ancaman penularan. Dan terutama dari risiko mengalami gejala infeksi yang parah dan kematian.

Badan Kesehatan Dunia  itu memberi catatan  khusus bagi lansia di atas 60 tahun. Utamanya yang menerima jenis vaksin primer berplatform inactivated virus. Kelompok ini lebih rentan dan perlu mendapat prioritas booster.

Kabar baik pun berhembus dari Laboratorium Sinovac Biontech Beijing. Industri farmasi besar dari Tiongkok itu, pada pertengahan Januari 2022, mengkonfirmasi sedang mengerjakan vaksin Covid-19 yang mampu melawan Omicron. Vaksin booster itu sesuai bagi mereka yang telah menerima vaksin primer (suntikan dosis 1 dan 2).

Sebagai boostervaksin baru Sinovac memberikan dampak yang melegakan. Yakni 94 persen penerimanya mengalami kenaikan titer antibodi yang signifikan. Antibodi tersebut efektif untuk menetralisir reseptor virus (protein S spike), termasuk Omicron. Sehingga tak mudah masuk ke dalam sel tubuh manusia dan menjadikannya sebagai inang untuk koloninya.

Dua Regimen Baru

Vaksinasi booster sudah berlangsung di Indonesia. Masyarakat antusias menyambutnya. Hanya dalam tiga hari, vaksinasi booster yang mulainya 12 Januari 2022 itu berhasil kepada 1,3 juta peserta.

Selang tiga hari dari kick-off booster, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun kembali mengeluarkan persetujuan penggunaan dua regimen (sistem pengaturan) booster baru.

Regimen yang pertama ialah booster dengan Pfizer dosis setengah (half dose) bagi penerima vaksin primer Sinovac atau AstraZeneca.

Regimen kedua adalah pemberian booster AstraZeneca setengah sosis untuk vaksin primer Sinovac; atau AstraZeneca dosis penuh (full dose) untuk penerima vaksin primer Pfizer (full booster dose).

Regimen pertama, yakni vaksin Pfizer sebagai booster heterolog half doses untuk vaksin primer AstraZeneca menunjukkan hasil peningkatan imunogenisitas antibodi (IgG) tinggi selama 6–9 bulan. Dengan titer (kadar) antibodi berlipat 31–38 kali dari kondisi prabooster.

Khusus untuk booster bagi vaksin primer Sinovac, menurut BPOM, ada peningkatan titer antibodi IgG sebanyak 105,7 kali yang akan menetralkan reseptor protein-S-spike  virus Covid-19. Tak ada dampak berbahaya bagi tubuh.

Pada regimen kedua, ketika AstraZeneca (separuh dosis) menjadi booster bagi vaksin primer Sinovac, hasilnya memuaskan. Imunogenisitas tubuh meningkat dengan titer antibodi IgG yang berlipat 35-41 kali dalam 6-9 bulan ke depannya. Jumlah yang efektif untuk menetralisir elemen S-RBD, protein virus berperan menetralisir sel tubuh manusia.

Sebelumnya, BPOM telah meresmikan enam regimen booster homolog dan heterolog pada vaksin Covid-19. Yang pertama, vaksin Sinovac dosis penuh (full  dose) sebagai booster homolog. Regimen kedua, vaksin Pfizer full dosesebagai booster homolog, dan ketiga vaksin AstraZeneca dosis penuh sebagai booster homolog.

Kemudian ada regimen keempat, yakni vaksin Moderna sebagai booster homolog (dosis setengah). Regimen kelimanya ialah Moderna (setengah dosis) sebagai booster heterolog untuk vaksin primer AstraZeneca, Pfizer, dan Janssen. Yang keenam vaksin Zifivax full dose sebagai booster heterolog untuk vaksin primer Sinovac dan Sinopharm.

Secara kontinyu, BPOM  akan melakukan evaluasi atas  penggunaan booster vaksin, sesuai dengan pengajuan  dan ketersediaan data uji klinik yang mendukung pengajuan booster tadi. Persetujuan BPOM untuk penambahan dosis booster sesuai hasil uji klinis.  Hal ini juga mendapat dukungan dari tim ahli dari Komite Nasional Penilai Vaksin Covid-19 dan ITAGI serta asosiasi klinisi lain yang terkait.

Kepala Badan POM Penny Kusumastuti Lukito menyatakan, apresiasinya pada Tim Ahli Komite Nasional Penilai Vaksin Covid-19, yang di dalamnya terdapat banyak ahli dari bidang  farmakologi, metodologi penelitian dan statistik, epidemiologi, kebijakan publik, imunologi, ITAGI, serta asosiasi klinisi lainnya. ‘’Kami menghargai kontribusi dan dukungannya untuk bersama kita  menyukseskan vaksinasi sampai kita bisa segera keluar dari pandemi,” kata Penny Lukito.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini