Ekonomi Eropa Melambat, Rupiah Bakal Melemah Jumat Ini

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Mata uang rupiah diramalkan masih akan bergerak melemah atas dolar Amerika Serikat (AS) di akhir pekan ini, Jumat 16 Agustus 2019.

Sebagai perbandingan, Kamis 15 Agustus 2019 Rupiah tercatat turun 0,16 persen ke posisi Rp 14.268 per dolar Amerika Serikat (AS).

Direktur utama Garuda Berjangka Ibrahim pun memprediksi laju mata uang garuda masih bakal melemah di kisaran Rp 14.213 hingga Rp 14.306 per dolar AS di hari Jumat ini.

Pelemahan rupiah di akhir pekan ini, kata Ibrahim, bakal masih disebabkan oleh sejumlah sentimen dari eksternal maupun dari dalam negeri.

Dari eksternal, pelemahan rupiah dibayangi oleh sikap investor yang khawatir tentang perlambatan ekonomi di Eropa, setelah Jerman mengumumkan bahwa produk domestik bruto (PDB) negara itu mengalami kontraksi (turun) 0,1 persen pada kuartal kedua 2019.

“Penurunan pertumbuhan di Jerman disebabkan oleh  ketegangan perdagangan antara ekonomi-ekonomi utama dunia, karena ekonomi Jerman sangat bergantung kepada ekspor dari negara-negara yang sedang bersengketa,” ujar dia pada Kamis sore kemarin.

Selain itu, kata Ibrahim, aset-aset berisiko di negara berkembang akan kesulitan menjaring peminat. Penyebabnya adalah persepsi risiko resesi yang semakin tebal.

Sinyal ke arah sana terlihat dari inversi  Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor dua dan 10 tahun mengalami inversi alias yang jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang.

Inversi menunjukkan bahwa risiko dalam jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang. Oleh karena itu, inversi kerap dikaitkan dengan pertanda resesi, sehingga investor meminta jaminan lebih untuk instrumen jangka pendek karena merasa ada risiko besar di depan mata.

“Jadi jangan berharap banyak pasar keuangan Indonesia bakal kedatangan arus modal yang deras dalam waktu dekat ini. Akibatnya, sangat sulit bagi rupiah untuk kembali menguat,” ujar dia.

Sementara dari dalam negeri, pelemahan rupiah disebabkan oleh laporan BPS soal Neraca Perdagangan pada Juli 2019 mengalami defisit 63,5 juta dolar AS.

Realisasi tersebut lebih rendah dibanding bulan lalu yang mengalami surplus USD196 juta. Defisit  tersebut seiring dengan impor pada Juli 2019 yang mencapai 15,51 miliar dolar AS. Sedangkan ekspor tercatat lebih rendah sebesar 15,45 miliar dolar AS.

Bila dibanding total ekspor dan impor selama Juni 2019 maka Neraca Perdagangan Juli 2019 mengalami defisit 0,06 miliar dolar AS. Defisit neraca perdagangan Juli, kata Ibrahim, akan menjadi beban dalam mengarungi perekonomian kuartal III.

“Kalau sepanjang kuartal III neraca perdagangan terus-terusan tekor, maka defisit transaksi berjalan bakal semakin dalam dan menyulitkan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan penurunan suku bunga,” kata dia.

Berita Terbaru

Jaga Demokrasi Pilkada Papua, Pemerintah Antisipasi Gangguan OPM

PAPUA — Pemerintah dan aparat keamanan berkomitmen kuat untuk menjaga keamanan dan stabilitas demi kelancaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)...
- Advertisement -

Baca berita yang ini