MINEWS, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat (AS) masih ditutup di zona merah atau melemah di akhir perdagangan Senin 5 Agustus 2019 sore. Salah satu penyebabnya adalah efek dari pemadaman listrik yang terjadi di sebagian pulau Jawa, termasuk ibu kota Jakarta.
Rupiah melemah 0,53 persen ke posisi Rp 14.255 per dolar AS di pasar spot dibanding penutupan hari sebelumnya. Sejak pagi hingga siang, rupiah bergerak dalam rentang Rp14.180-Rp14.280 per dolar AS.
Sementara berdasarkan laporan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah melemah ke level Rp14.231 per dolar AS dibanding penutupan hari Jumat pekan lalu di level Rp14.203 per dolar AS.
Mengutip data RTI Business, sejumlah mata uang utama Asia bergerak variatif pada sore hari ini. Seperti dolar Singapura melemah sebesar 0,41 persen dan yuan China melemah sebesar 1,66 persen. Sementara yen Jepang menguat atas dolar AS sebesar 0,64 persen.
Direktur utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa pelemahan mata uang Garuda masih disebabkan oleh sejumlah sentimen global.
Pertama, terkait perang dagang antara AS dan China. Trump telah mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10 persen bagi produk impor asal China senilai 300 miliar dolar AS yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25 persen.
“Sementara, Beijing berjanji pada hari Jumat nanti akan melawan kembali keputusan dari Trump tersebut. Ini akan jadi sebuah langkah  gencatan senjata perdagangan selama sebulan,” ujar Ibrahim pada Senin sore ini.
Kedua, masih terkait Brexit. Perdana Menteri Boris Johnson sudah menyiapkan anggaran  2,1 miliar poundsterling untuk berjaga-jaga jika terjadi No Deal Brexit. “Anggaran itu akan dipakai untuk fasilitasi dunia usaha, mempermudah arus keluar-masuk barang di pabean, sampai menjaga pasokan obat-obatan di dalam negeri,” ujar Ibrahim.
Sementara dari dalam negeri, yang menjadi sentimen bagi rupiah adalah, pertama, soal rilis angka pertumbuhan ekonomi. Sepanjang kuartal II-2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian hanya tumbuh sebesar 5,05 persen secara tahunan.
Pencapaian ini sesuai ekspektasi pasar, namun melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07 persen.
“Padahal, pada tiga bulan kedua tahun ini ada gelaran pemilihan umum (Pemilu) dan kehadiran bulan Ramadan yang diharapkan bisa mendongkrak konsumsi masyarakat Indonesia, sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sekitar lebih dari 50% perekonomian Indonesia disumbang oleh konsumsi rumah tangga,” kata Ibrahim.
Kedua, pasca gempa di Selat Sunda berdampak terhadap PLTU di Suramadu yang mengakibatkan terjadi gangguan listrik yang cukup serius, sehingga pasokan listrik ke Jawa-Bali terganggu dan akhirnya terjadi pemadaman dan salah satunya di DKI Jakarta. Mulai hari minggu selama 12 jam, dan hari ini juga masih ada pemadaman secara bergilir.
Apalagi  jika pemadaman listrik bakal berlanjut hingga tiga hari kedepan, kata Ibrahim, kerugian ekonomi ditaksir bisa mencapai triliunan rupiah. Hal ini karena, hampir lebih dari 70 persen uang beredar di Indonesia terjadi di DKI Jakarta.
“Sehingga  pelaku pasar tidak lagi percaya terhadap pemerintah, sehingga arus modal keluar cukup besar mengakibatkan rupiah kembali tertekan,” ujar dia. (Krisantus de Rosari Binsasi)